Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Pelukan Rindu

30 Oktober 2023   15:27 Diperbarui: 30 Oktober 2023   15:32 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, angin sepoi-sepoi bertiup lembut membelai pipi kecil Rania saat ia duduk di bawah pohon rindang di halaman belakang rumahnya. Tatapan matanya tertuju pada langit biru yang penuh dengan awan putih seperti kapas. Rasa rindu yang mendalam mengisi hatinya, dan ia tak bisa menahan air mata yang mengalir di pipinya.

Rindu pada sosok ayahnya, sosok yang telah meninggalkannya sejak usia yang sangat muda. Rania hanya memiliki sedikit kenangan tentang ayahnya. Suara lembutnya, senyumannya yang hangat, dan pelukannya yang penuh kasih sayang. Ayahnya adalah pilar kekuatan dan kehangatan dalam hidupnya, dan sekarang ia merindukannya dengan segenap hati.

Rania melihat seutas tali yang tergantung di dahan pohon di dekatnya. Itu adalah ayunan tua yang biasa digunakan ayahnya untuk mengayunkannya saat ia masih kecil. Sebuah ide tiba-tiba melintas di pikirannya. Tanpa ragu, ia bangkit dari tempat duduknya dan berlari menuju lumbung. Ia mengambil tali itu dan membawanya kembali ke pohon.

Dengan hati yang berdebar-debar, Rania mengikatkan ujung tali ke dahan yang kuat. Ia duduk di atas ayunan, memegang erat tali dengan tangan kecilnya, dan memulai permainan ayunan yang ia lakukan bersama ayahnya di masa lalu. Rania tertawa riang ketika ayunan mulai bergerak maju-mundur, merasakan sensasi bebas dan kehangatan yang melingkupinya. Ia merasakan kehadiran ayahnya dalam momen itu.

Saat ayunan melambat, Rania merasa sesuatu yang hangat menyentuh pipinya. Ia menghapus air mata yang jatuh dan mengucapkan, "Ayah, aku rindu padamu. Aku berharap kau masih di sini bersamaku."

Sementara itu, di sudut langit yang sama, sosok ayahnya tersenyum melihat putrinya yang tercinta. Dia mengirimkan cahaya kehangatan dan cinta melalui sinarnya yang lembut. Meskipun tidak ada secara fisik, ia selalu hadir dalam hati Rania.

Hari-hari berlalu, dan Rania terus menghadapi rindu yang dalam pada ayahnya. Dia tumbuh menjadi seorang gadis yang penuh semangat dan ceria, tetapi ada kekosongan yang tak terisi dalam hatinya. Dia sering duduk di bawah pohon itu, mengayun dengan angan-angan, dan berbicara dengan ayahnya, membagikan segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya.

Suatu hari, ketika Rania sedang melamun di bawah pohon, terdengar suara langkah kaki mendekat. Dia mengangkat kepala dan melihat seorang pria paruh baya yang tidak dikenal berdiri di depannya. Ada kehangatan di wajahnya yang mirip dengan sosok ayahnya.

"Pernahkah kau bermain di ayunan ini, kecil?" tanya pria itu dengan suara lembut.

Rania menatapnya dengan tatapan heran. Ada sesuatu yang akrab dalam caranya berbicara.

"Pak? Siapa Anda?" Rania bertanya dengan perasaan campur aduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun