Mohon tunggu...
Bustanil Ilmi Agustin
Bustanil Ilmi Agustin Mohon Tunggu... Guru - Beginner

Seorang guru bahasa sekaligus mahasiswi pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarjana Kehidupan

3 Januari 2024   20:58 Diperbarui: 3 Januari 2024   21:02 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu kemudian, Supri dinyatakan lulus sebagai PNS. Alangkah bahagianya Supri dan Ifah mendengar kabar tersebut. Sontak mereka melakukan sujud syukur. Namun, dibalik itu, banyak orang yang tidak percaya jika Supri lulus. Mereka menduga bahwa Supri lulus karena uang sogokan (suap). Tahu lah ya? Gimana pedasnya omongan tetangga.

"Bapak kemarin nyuap berapa juta? 50 juta?" tanya seorang tetangga yang penasaran.

"Jangankan untuk menyuap uang sebanyak 50 juta, uang 1 juta saja saya nggak punya hehe" jawab Supri.

Sejak saat itu, keadaan ekonomi Supri merangkak naik. Supri bisa membangun rumah, membeli tanah, sawah, dan sepeda motor. Perlahan, impian Supri mulai terwujud satu persatu. Beberapa orang iri dengan kondisi Supri yang sekarang hidupnya enak tanpa tahu bagaimana lika-liku kehidupannya dulu. Tapi Supri seakan tak peduli, yang terpenting adalah keluarga selalu mendukungnya di segala kondisi. Ya, semuanya memang butuh proses yang panjang, tidak ada yang instan. Lebih baik bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian, kan?.

Beberapa tahun kemudian, ayah Supri meninggal. Ketika pembagian hak waris, Supri meminta agar dirinya tidak usah dicantumkan. Ia tidak ingin mendapatkan warisan sepeserpun. Bukan bermaksud sombong, tetapi ia lebih mengutamakan saudara-saudaranya yang membutuhkan. Bagi Supri, ayahnya telah mewariskan ilmu yang tak ternilai harganya yaitu dengan menguliahkan dan mengirimnya ke pondok pesantren. Hal itulah yang sampai saat ini ditanamkan Supri kepada anak-anaknya. Mungkin kekayaan harta suatu saat bisa habis, tetapi kekayaan ilmu tidak.

Supri melakukan hal serupa dengan ayahnya, ia mengusahakan agar kedua anaknya dapat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia juga mengirimkan mereka ke pondok pesantren untuk belajar ilmu agama. Tak terasa, Agustin, anak pertamanya dinyatakan lulus sebagai seorang sarjana humaniora. Supri sangat gembira mendengarnya. Semua ini tidak lain dan tidak bukan adalah hasil dari kerja keras serta doa yang selalu ia baca setiap harinya. Di saat yang berbeda, anak keduanya telah mengkatamkan al-Qur'an dan menjadi hafidz 30 juz. Supri bersyukur anak-anaknya tidak mengalami kesulitan seperti dirinya dahulu. Ia juga mengingatkan bahwa perjuangan mereka tidak berhenti sampai di sini.  

"Jangan hanya menjadi sarjana akademik, Nak, karena pembuat soal dan ujiannya adalah manusia, semua orang mampu melewatinya. Tetapi jadilah sarjana kehidupan, karena pembuat soal dan ujiannya adalah Allah, tidak semua orang mampu melewatinya", kata Supri.

Agustin dan adiknya hanya mengangguk mendengar nasehat Supri. "Ternyata menjadi sarjana kehidupan tak semudah menjadi sarjana akademik", gumam Agustin dalam hati.

"Jika di dunia pendidikan kita belajar untuk menghadapi ujian, maka dalam kehidupan kita menghadapi ujian untuk belajar atau mengambil pelajaran. Ikhlas, sabar, syukur dan lain sebagainya itu ujiannya setiap hari, tetapi yang lulus mungkin hanya bisa dihitung dengan jari", Supri menambahi.

Memang benar, terkadang proses dalam menggapai impian tak selalu berjalan seperti yang diinginkan. Setiap orang memiliki hambatan dan rintangannya masing-masing, tak jarang pula mereka mengalami kegagalan. Namun, yakinlah bahwa suatu saat impian itu akan menjadi kenyataan. Entah sesuai dengan harapan atau bahkan di luar dugaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun