Pada 1975 di New York, Karya bersa Gadamer yang seminal tentang "Truth and Method" menggoncang kebenaran dunia pemikiran, Gadamer mengungkap bahwa ketercapaian kebenaran dalam konteks penafsiran, maka seorang hermeneut harus lari dari cengkraman metode, dan harus berada dalam pusaran dialektika.Â
Bagi Gadamer bahwa metode justru menghambat kebenara, sedangkan dialektika tiada henti mengumpulkan serpihan-serpihan kebenaran hingga paripurna. Analogi yang tajam ini menggambarkan pada satu peristiwa metode penguasa di zaman kegelapan yang penuh dengan prasangka dan curiga, kebenaran dan kesucian hanya dimiliki oleh orang-orang yang berkuasa. Umat manusia yang berbeda langka dan aktivitas pasti di hujani dengan kesalahan.
Di arena akademik semua orang tergoda dengan intelektualisme yang tumbuh, dinamika yang terbuka dan kemandirian. Akademisi berjalan dan berimajinasi sejauh mana pun dia, dengan harapan dia tetap akan kembali di rumah pemikirannya, proses dominasi-mendominasi yang tak berkesudahan, atas nama entitas tertentu dan menjadi kerajaan golongan dan kelompok. Maka tidak ada cara lain, kita harus perangi dengan kearifan tanpa mengabaikan nilai-nilai kebijaksanaan. Kita merindukan sosok pemimpin yang berani dan menancap panji peperangan untuk dan atas nama kesucian akademik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H