Oleh. Bustamin Wahid
Pembelajaran Sosiologi Melanesia
Universitas adalah tempat terbaik untuk mengajukan pertanyaan dan membuktikan pertanyaan itu. Kampus juga mengajari pada kita tentang pentingnya ragu dan curiga atas kebenaran, itu semua disebabkan dari mekanisme hukum berfikir berbeda, tapi semua itu semata-mata menemukan kebenaran hakiki. Skeptisisme yang berulang-ulang mencerminkan salah satu cara terbaik untuk menemukan kebenaran, bahkan pemikir Barat dan Timur berbicara dasar itu, walau dalil mereka berbeda. Kita pahami sebagaimana ucapan Al-Jabiri bahwa "tidak ada intelektual dan ilmuwan berfikir dari nol", barang tentu proses tampak sulam kodifikasi terus terjadi dalam dunia ilmu pengetahuan atau proses dialektika dalam tarikan sejarah lampau.
Sindir menyindir juga bagian dari realitas warga universitas, saling mencibir antara sesama, baik dalam ruang akademik dan privat. Campur aduk antara rasa dan perebutan akan berdiri di arena yang sama, beberapa jam yang lalu "telah-telah" dijadikan sandera dan bahkan jadi kekerasan simbolik dalam dunia akademik. Saya ingin sekali berpendapat dengan cerita dari guruda Basri Amin, alumnus Universitas Hawai dan Universitas Leiden pernah menjelaskan tentang konsep "sosiologi makanan" saat berpidato di Universitas Negeri Gorontalo kala itu, semua orang terperangah. Saya sendiri merasa ini hal yang baru dan membutuhkan pembelajaran lanjut, tapi itu semua bagian dari pada instrumen semata untuk menganalisis daya konsumsi dan pendapatan masyarakat yang menepati perumahan modern di negara-negara Skandinavia. Tapi memamnag setiap hasil penelitian yang dikerjakan di lembaran kerja hasur mendapat kritikan, sekalipun dengan cara candaan. Hendak berharap karya terus menemukan jalan terbaiknya.Â
Nah untuk peristiwa telah-telah punya pendekatan dan jaringan pengetahuan berbeda, terutama kepentingan untuk ibu-ibu rumah tangga, selebihnya itu adalah sub-tema dari sosiologi keluarga. Tapi sindir-menyindir juga adalah prilaku dalam realitas manusia digital, tapi kita tak perlu heran sebab sejarawan dunia Yuval Noah Harari (Baca: Hardiman) menyebutkan bahwa sosialitas dari homo sapiens berevolusi berkat gosip. "Bergosip sedemikian wajar bagi kita saat ini, sehingga tampaknya bahwa kita berevolusi memang untuk alasan ini. Bagi Saya telah-telah adalah kemungkinan-kemungkinan baru untuk kehidupan umat manusia yang dikerjakan oleh intelektual.
Di Universitas juga begitu masif dengan aktifitas kekerasan objektif, dan terjadi secara sistematis dan abstrak. Kita nyaris tak merasakan pergerakan kekerasan objektif itu, salah satu contoh yang kita hadapi adalah dalil pembenaran untuk menyelamatkan kedudukan dan kuasa pengetahuan. Apakah kekuasaan dan kedudukan manusia punya relasi dengan pengetahuan? Terjadi ambiguitas pandangan. Ada yang menjawab Iya, dengan dalil bahwa ucapan seorang penguasa senantiasa benar semua, bedah halnya dengan rakyat kecil. Oleh sebab itu, terdapat anomali novum Nietzsche bahwa pengetahuan dan kekuasaan punya relasi kepentingan yang kuat, atau peristiwa Galileo Galilei yang punya peran besar tapi dibasmi karena bertentangan dengan kebenaran kekuasaan.
Memang obat yang paling masyhur dan aman adalah kecerdasan kita yang berbarengan dengan keinginan penguasa/kekuasaan. Belum lagi ada fenomena dosen penyedia jasa pembuatan skripsi dengan sistem bayar dan iming-iming kemudahan bagi mahasiswa masih tumbuh subur di pendidikan tinggi, hal demikian bisa dimaknai sebagai kekerasan objektif, hedonisme akademik dijadikan instrumen dalam mencapai kesarjanaan. Ada relasi kemudahan telah menjadi fondasi yang kokoh antara dosen nakal dan mahasiswa penikmat, yang terjadi adalah mereka sama-sama membunuh moralitas akademik.
Sejarah Hannah Arendt dan Martin Heidegger adalah peristiwa perselingkuhan akademisi yang mengejutkan dunia.  Telah di ulas Elzbieta Ettinger pada karya yang  seminalnya berjudul judul "Selingkuh Dua Pemikir Raksasa: Hannah Arendt dan Martin Heidegger". Perjumpaan seorang sosok mahasiswa yang masih berusia 18 tahun dan seorang dosen berusia 35 tahun, memiliki seorang istri dan dua orang anak. Perjumpaan ini bukan tak beralasan rasa takjub atas pengetahuan yang dimiliki, memang Heidegger lelaki berpostur kecil ini punya kemampuan hipnotis yang kuat, penjelasan yang dibangun dengan cara sistematis dan kritis bisa menjadi anasir dan cahaya pengetahuan, tapi bisa jadi berwujud sihir dan menjebakan kita pada ranah tak berdaya. Hal itu yang di alami oleh Hannah Arendt, sikap Hannah itu dalam pandangan banyak orang terutama tradisi timur mendapat banyak kecaman karena dianggap merusak harmoni rumah tangga Heidegger, tapi semua telah terjadi dan tercatat dalam sejarah intelektual dunia.
Ettinge dalam cerita menyebutkan bahwa peristiwa Hannah dan Heidegger bukan perselingkuhan biasa. Sebab Hannah adalah salah satu pemikir hebat dalam sejarah intelektual dunia, kendati cinta yang gelora itu harus rela untuk di tinggalkan dengan cara disingkirkan. Kisah cinta seorang Jermanis dan Yahudi yang tak lekang dalam jaman. Hannah memiliki sikap-sikap optimisme dalam sejarah pelariannya, tapi di titik balik Hannah mengajari tentang pentingnya "pengampunan" dalam narasi besarnya tentang The Human Condition (Baca: Ettinger). Â Sungguh yang paling menakutkan bukan dalam cerita Hannah-Heidegger, tapi berselingkuh dalam kebohongan, ilmuwan/akademisi boleh salah, tapi tak boleh berbohong.
Jika ilmuwan/akademisi menumbuhkan kebohongan itu sama halnya dengan upaya kita untuk terus mencederai suatu peradaban, integritas dan idealisme sebagai seorang intelektual disandera dalam hasrat kebohongan. Fenomena ini bukanlah cerita masyarakat kontemporer saat ini, tapi semenjak lama Socrates telah mengingatkan prinsip intelektual di Yunani. Â Socrates menyebutkan bahwa "lebih baik meminum racun cemara daripada berkompromi dengan integritas intelektualnya".