Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Watak, Wawasan dan Nalar Papua : Jalan Literasi Intelektual Orang Moi, Tambrauw, dan Raja Ampat

27 Mei 2020   05:20 Diperbarui: 28 Mei 2020   08:32 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinkretisme Jalan Ketiga Gerakan Intelektual

Keadaban yang panjang, kita seharunya mengabil jalan ketiga dalam menata dan mengkonsepkan gerakan intelektual di Papua. Begitu beragam dunia pergerakan yang dipandung dengan pengetahuan dan pemikiran dari luar, semuanya menjadi menjadi baik mengikuti kadar dan konteks masing-masing. Kadang-kadang kita mengadopsi pikiran intelktual Italiana, Jerman, Prancis, Amerika Laitin dan begitu bersemangat nampun tatanan kita berbeda.

Gelora dan gerakan intelektual kita bernalar globa tapi beradab lokalitas, saya memberikan perumpamaan gerakan intelektual; "jika di barat orasi dan penyampaian aspirasi melalui corong megafon/toa, maka disini adalah gelaran tikar dalam adab orang-orang Papua, karena dari situlah penyampaian aspirasi yang beradab dan juga sakral yang dilalui ritus-ritus" tanpa syarat dan tidak mengkerdilkan idiologi gerakan.

Sinkritisme gerakan intelektual dari jalan adat dan ajaran, itu semua semata-mata adalah mencari jalan keadilan dan beradab. Ini yang dimaknai dan dimaksudkan oleh penulis tentang jalan ketiga literasi intelektual di tanah Papua.

Negeri ini punya adab yang dipahami oleh kita semua dan terutama genesai Papua. Ulasan dari studi dan literasi intelektual di atas hanyalah bagian terkecil dari sekian banyak yang belum diteliti dan tuliskan.

Tulisan ini menjadi pemicu awal untuk mendorong kesadara dan tulisan-tulisan berikutnya. Tak ada gunya sejarah lampua hanya dijadikan kebangggan dan kesombongan kita, sebab itu akan menjadi penjara kesejarahan kita sendiri. Mari memulai dan berhati besar bahwa kita adalah pewaris ruh sejarah kenabian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun