Mohon tunggu...
burung pipit
burung pipit Mohon Tunggu... -

Pemerhati masalah kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Antara Orang Cina, Ahok, dan Juara Olimpiade

13 April 2017   16:59 Diperbarui: 14 April 2017   02:00 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PERINGATAN : Artikel ini mengandung unsur sara. Sebaiknya jangan dibaca untuk Anda yang berpikiran sempit. Jika tetap ingin membaca, bacalah dengan hati yang terbuka dan mungkin ditemani segelas kopi atau teh agar rileks dan nyaman.

Orang Cina agak gila yang tergila-gila Cina

Di kampungku dulu, ada seorang lelaki paruh baya yang selalu menjadi suporter setia RRC, tanah leluhur orang Cina. Setiap ada pertandingan olahraga yang melibatkan atlet dari negeri panda, dia pasti sepenuh jiwa raga membela.

Dia sering diolok-olok (dibully) tetangga dan warga yang semuanya keturunan Cina. Mereka akan berteriak kepadanya sambil tertawa-tawa, kadang sengaja lewat depan rumahnya, “Cina kalah ! Cina kalah, horeee !” , tidak perduli Cina memang kalah atau menang, ada pertandingan atau tidak. Mendengar itu, Lelaki pecinta RRC yang masih bujang di usia senjanya, naik pitam, segera mengejar dan berusaha memukul. Warga yang mengejeknya berlari sambil cekikikan, seperti disuntik hormon adrenalin, antara tegang dan senang. Bahkan orang keturunan Cina merasa aneh dan mengejek orang Cina yang memuja tanah leluhurnya.

Nenek dan cucu keturunan Cina

Seorang nenek dan cucunya bertengkar gara-gara pilkada. Suatu hari nenek pulang dari acara kumpul-kumpul bersama teman-temannya yang rata-rata orang kaya, pengusaha dan punya pabrik.

Nenek : “ Nanti jangan pilih aHok ya. Semua teman-teman nenek sudah

sepakat “

Cucu : “ Kenapa gak boleh pilih aHok nek ?, nenek khan tak punya pabrik ”

Nenek : (sedikit tersinggung) “ ya pokoknya tidak boleh, mau punya pabrik

atau tidak, pokoknya jangan pilih dia, pilih yang lain saja ! “

Cucu : “ Nek, kita harus dukung orang yang jujur, tidak korupsi, yang bisa

bikin maju Jakarta. aHok dan Jokowi akan membawa kebaikan dan

kemajuan bagi bangsa kita Indonesia “

Nenek : (mulai kesal) “ Ah sok tahu kamu, orang Cina itu tidak boleh menjadi

pejabat, sudah disumpah dari zaman dahulu, pokoknya gak boleh “

Cucu : “ hahahahaha nenek ini aneh dech, mana ada yang begitu sich “

Nenek : “ Kamu kecil-kecil sok ngerti politik, pokoknya tak boleh pilih dia !”

Cucu : “ Terserah nenek dech .. saya khan belum bisa milih “

Anak Cina dulu dan sekarang

Banyak orang tua di kampungku yang tidak senang kalau cucu mereka, ketika diajak berbicara salah satu dialek bahasa Cina, menjawab dengan bahasa Indonesia. Mereka kadang berucap kesal, “dasar pribumi !” . Rata-rata cucu-cucu mereka yang lahir di luar kampungku, sudah tidak bisa berbahasa ibu, walaupun orang tua mereka dua-duanya berasal dari kampung yang sama dan sehari-hari masih menggunakan bahasa ibu-nya.

Saya ingat waktu masih di sekolah menengah, guru bahasa mengeluarkan peraturan, tidak boleh berbicara dalam bahasa ibu, yang ketahuan didenda. Namun sulit berjalan, seperti menyuruh orang yang biasa makan nasi, ganti ke roti . Bahkan anak-anak pribumi banyak yang bisa berbahasa dialek Cina karena lingkungan pergaulan.

Sekarang di kampungku, anak-anak semua berbicara dalam bahasa Indonesia. Mungkin mereka mengerti sedikit bahasa Cina, tetapi mereka tidak mau menggunakannya karena merasa aneh dan geli. Sama seperti anak-anak temanku yang dilahirkan atau menetap di Australia. Ketika Orangtua mereka berbicara bahasa Indonesia, mereka selalu menjawab dalam bahasa Inggris, meskipun mereka mengerti bahasa Indonesia.

Gadis Cina yang anti Cina

Ada seorang gadis Cina di kampungku yang sangat anti Cina. Aneh memang, dia dan keluarganya berbahasa Cina, tetapi segala hal yang berhubungan dengan Cina, dia benci. Dia seorang perempuan muda yang sukses, penuh integritas dan sangat cerdas. Sebagai orang nomor 1 atau 2 di perusahaan asing terkenal, membawanya melanglang buana ke berbagai belahan dunia. Namun dia tidak menyukai kota-kota tanah leluhur nenek moyangnya, penduduk di sana yang menurutnya tidak tahu aturan. Dia juga tidak suka musik dan film berbahasa mandarin sebagus apapun. Dia menaruh curiga kepada hampir segala hal berbau Cina.

Dia sangat mencintai Indonesia, cinta dalam arti sesungguhnya, pada budayanya, pada orang-orangnya, pada negaranya. Dia sangat tidak suka jika ada orang yang menjelekkan nama Indonesia di luar negeri. Dia akan marah ketika ada pendapat stereotif yang mengandung sara tentang pribumi.

Namun dia sangat mengagumi orang Cina bernama aHok itu. Mungkin dia seorang ahokers sejati setidaknya di dalam hati. Berita-berita tak sedap, tuduhan fitnah bertubi-tubi yang menerpa aHok terutama dari lawan politik, membuatnya begitu patah hati dan sedih. Ia enggan lagi membaca dan mengikuti berita seputar orang Cina yang dikaguminya itu.

Sang Juara Olimpiade

Ada seorang teman berkeluh kesah tentang putra nomor dua-nya beberapa tahun lalu. Berbeda dengan kakaknya yang sangat pintar, adiknya ini sudah tidak sepintar kakaknya, malas pula, tidak tertarik sekolah. Otaknya cuma mikir makan enak dan jalan-jalan. Sungguh menguatirkan masa depannya.

Dua tahun terakhir entah kenapa, anak itu tiba-tiba berubah. Dia mulai rajin belajar, disiplin dan nilai-nilainya berubah menjadi bagus. Prestasinya semakin lama semakin mantap dengan koleksi piala yang memenuhi lemari belajarnya. Dia ikut mengharumkan nama bangsa Indonesia ketika menjuarai lomba olimpiade matematika. Dan dalam waktu dekat akan berangkat ke Amerika Serikat untuk bertanding lagi membawa nama Indonesia.

Penasaran mengapa anak yang tadinya malas dan kurang pintar di kelas, kok mendadak termotivasi ? Saking begitu termotivasi sampai menjadi juara, bukan hanya di kelas, sekolah, bahkan internasional. Ternyata berawal dari hal yang simpel bersahaya .. dia ingin bertemu dan foto dengan Jokowi ! Karena menurut info, Jokowi yang akan menyerahkan piala untuk sang juara. Sungguh mengharukan seorang pemimpin bangsa dapat memberikan dampak dan inspirasi luar biasa bagi seorang anak.

Dan itu anak yang sama, yang berdebat dengan neneknya soal pilkada :)

AHok itu pasangan hidup atau pelayan ?

Sebenarnya saya sama dengan gadis Cina yang anti Cina itu, sudah malas dan ‘enek bicara soal politik. Karena pemberitaan di media manapun begitu brutal, sadis, tiada hari tanpa bahas itu.

Baru-baru ini saya secara tidak sengaja melihat sebuah foto di instagram, dimana terlihat dua orang selebriti Indonesia terkenal yang memakai kaos hitam dengan tulisan “ pelayan gue #ahokdjarot

Saya jadi berpikir apa sich kriteria pelayan yang terbaik ?

Hmmm mungkin .. jujur, rajin bekerja, tidak nyolong (tidak korupsi), kerjanya cepat tuntas, efektif efisien (tidak memboroskan sumber daya majikan/warga), mengabdi dan setia, totalitas pada pekerjaan (bukan sampingan)

Nah terus kalau kriteria pendamping hidup ?

Hmmmm .. nomor 1 harus seiman, terus mungkin ... setia, romantis (bisa merayu, tutur kata manis), kalau bisa berwajah lumayan, ... J

Lho mau pilih pelayan atau pasangan hidup ???

Hati-hati Anda akan panen apa yang Anda tanam !

Ya iyalah masa nanam ubi panennya pisang J

Kata orang kalau kita berbuat tidak baik, anak cucu kita yang akan merasakan dampaknya. Kata temanku, “karma” bahkan datang lebih cepat, tidak perlu menunggu keturunan berikutnya.

Saya percaya sebenarnya lawan-lawan politik aHok, orang-orang yang tidak suka padanya, membencinya bukan karena dia orang keturunan Cina atau beda agama. Karena sudah terbukti banyak kepala daerah yang justru didukung partai agama yang berbeda agama dengannya. Saya yakin hanya karena aHok sulit diajak kompromi, dan atau berbeda kepentingan. Buktinya banyak orang Cina juga tidak mendukungnya.

Mereka harus bisa “menjual” agar aHok tidak terpilih kembali. Dan cara paling mudah adalah dengan “menjual” ide agama, karena sebagian besar warga kita belum mampu berpikir rasional kalau menyangkut agama. Orang-orang yang membeli ide tersebut tidak salah, mereka hanya dimanfaatkan.

Siapapun yang memakai isu sara untuk mencapai keinginannya sebaiknya berpikir, hidup ini tidak statis, semua berputar. Suatu saat bisa saja, ia atau keluarganya hidup di suatu negara, dimana mereka menjadi minoritas. Dan ketika mereka mengalami hal semena-mena, ketidakadilan hanya karena warna kulit atau keyakinan yang mereka anut, momen itulah mereka baru sadar bagaimana rasanya menjadi seorang aHok yang dobel minoritas.

Sara itu memang mengerikan. Nontonlah film “ PK “ film India yang membuat Anda lebih bijak sekaligus tertawa dalam menilai perbedaan agama. Dan nontonlah “ Get Out “ film misteri horror yang sedang diputar di bioskop, tentang diskriminasi ras yang mengambil bentuk lebih menyeramkan dari perbudakan.

Selamat menikmati akhir pekan panjang,

Sipipit kecil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun