"Pagi," sahut Maya dengan ramah.
"Oh, ya. Maaf mas, ini tempat parkir mobil dosen, bukan untuk motor," tegur petugas Satpam itu kepadaku dengan tatapan mata tajam.
"Aku tahu, tetapi tempat parkir lain sudah penuh," aku menjawab penuh percaya diri.
"Untuk parkir motor mahasiswa, masih banyak tempat di sana, mas," Satpam itu menunjuk ke satu arah.
"Motorku ini tidak mau berpisah dengan mobilnya Maya," aku masih tidak perduli.
"Bu Maya, mas. Tolong berkata yang sopan !" Satpam itu mulai tidak sabar.
"Aku biasa memanggilnya dengan Maya," aku tidak mau lagi tahu.
"Mas, bu Maya ini dosen, sekaligus ketua jurusan !" Satpam itu berkata keras.
"Ketua jurusan ?" aku hampir mau tertawa.
Sementara itu Maya melihatku dengan tatapan datar. Aku mau terus saja tertawa, tetapi akhirnya aku sadar sendiri. Maya memang terlihat masih muda. Masih belum terlihat pantas dilihat sebagai ketua jurusan. Setidaknya itu dimataku. Namun yang membuatku ciut adalah bahwa tiba-tiba saja terlintas difikiranku sejumlah mata kuliah yang nilainya selalu pas rata-rata untuk tidak di DO.
Belum lagi ada tujuh mata kuliah yang  harus diulang karena TL. Sekarang ini sudah beberapa hari aku membolos. Maka berhadapan dengan Maya, aku jadi seperti terpidana. Tanpa banyak berkelit lagi, aku menuruti perintah Satpam. Malah aku sedikit gemetar ketika menghidupkan mesin motor.