Semenjak kejadian di sore hari itu, kami jadi sering rajin bertemu. Sudah seminggu ini kami selalu ngabuburit bersama. Tentu saja aku tidak lagi memakai motor pinjaman dari teman. Sebab aku sudah dijemput langsung oleh Ray untuk ngabuburit ke berbagai tempat.
Sabtu sore ini kami ngabuburit ke Mall Daan Mogot di Kalideres. Sekalian mau ada yang dibeli untuk lebaran nanti. Tidak banyak, hanya kacamata gaya. Rencananya sih mau ke Mall Taman Anggrek. Tapi gak tega melihat penampilan Ray. Terlampau sederhana banget. Setelah berbuka puasa di sebuah kedai bakso, kami pun berbagi cerita.
Mulanya kami bercerita yang ringan-ringan. Tetapi aku jadi teringat penyebab putusku dengan Dodi. Yaitu karena masalah perbedaan pandangan dalam beribadah. Maka kali ini aku juga ingin mengetahui pandangan Ray seperti apa. Apakah sama seperti aku, ataukah seperti Dodi ? Atau mungkin punya pandangan sendiri ?
“Kamu kalau sholat Tarawih dimana ?” tanyaku ingin tahu.
“Yah, di masjid dekat rumah,” jawab Ray ringan.
“Kalau aku di masjid yang Tarawihnya sebelas raka’at,” aku memancing komentarnya.
“Mengapa harus begitu ?” tanya Ray heran.
“Biar gak kelamaan, lagi kan sunnah Nabi demikian ? Sholat Tarawih hanya sebelas raka’at ?” aku mencoba melempar tema diskusi.
“Yah, masing-masing orang kan punya imamnya masing-masing ?” Ray tampak tak berminat.
“Jadi kalau sholat Tarawihnya duapuluh tiga rakaat, tidak masalah begitu ?” aku mempertajam masalah.
“Buat apa dipermasalahkan ? Tokh masing-masing orang punya amalannya sendiri-sendiri ?” Ray mulai terpancing.