Ananda ku Adyanurizky,
Ada kala kita harus berhenti mendamba
Berhenti bermimpi karena kini tiba masanya
Berhenti berkhayal karena hitungan tentang waktu telah lama tiba
: Satu, Dua, Empat, Lima, Delapan, Sepuluh dan terserah mu
Ayah bisa mengerti kau belum mampu,Â
karena dulu ayah pun begitu
Ayah bisa pahami,Â
karena belum saatnya kau bisa mengurut mengeja dan menelaah diksi diksi
Ayah bisa ikuti segala sedu sedan mu tentang malam yang kehilangan bintang
Karena bintang yang sering kita pandangi telah purnaÂ
Akhirnya, dia menyerah terbakar tergesek lintasannya
Ayah tidak akan memaksamu untuk pahami tentang bintang, tentang orbit, tentang malam dan tentang cara menghidupkan maknaÂ
Tidak pula kupaksakan dirimu untuk memahami betapa kejamnya matahari atau kejinya sang rembulan yang katanya rindu cahaya
kau bebas Ananda, tak harus kau bisa Fisika, geografi, Matematika atau bahasa dari seluruh jiwa
karena waktu kelak mengajarkan mu mengapa bintang rela musnahkan jalan takdirnya
dia membakar lintasan dan menjelma menjadi komet suatu pertanda kebangkitan negara api
Bukan salah komet ananda bila api kini merajai
bukan salah bintang, pun Matematika dan fisika tak mampu menceritakannya dalam diksi yang kau sebut cerita
Salahkan Avatar yang bersembunyi dalam dormansi dan belum terbangun hingga kini
Salahkan Imam Mahdi yang yang kita percaya namun tak jua dia tiba
Salahkan Mesias sang juru selamat yang menyamar sebagai pemain bola
Salahkan Naruto yang terlalu percaya pada Jiraiya
Salahkan Ayah
Salahkan Saya
Salahkan Saja
Salahkan saja Ayah yang tak bisa bersabar dan mengambil hikmah karena Khaidir dipinang Musa
Salahkan Saja Ayah yang tak bisa menterjemahkan suara Bul Bul sang penyampai berita atau Ababil sang pemusnah tentara gajah
Ayah tak bisa, Ananda.
Karena sulih bahasanya telah dimusnahkan Sulaiman
Dia takut ayat terjemahannya ayah salah gunakan
Adyanurizky,
Kelak kau akan mendewasa, besar, dan bersahabat dengan dunia
Tanyakan mereka dan telaah mengapa bintang rela dikhianati dewi cahaya
Tanyakan Mengapa, tapi kau tak harus tahu jawabnya
kau tak harus mengerti
kau tak harus pahami
KAU TAK HARUS
Agar kau tak sendiri,
bersama pesan ayah ini,Â
Ayah tinggalkan tanda tanya yang boleh kau hitung satu, dua, empat, delapan, sepuluh dan seterusnya
bukan pemuas dahaga mu, ananda.
Tapi cukup untuk menggenapi saat kelak kau berhapadan dengan Negara Api
MAAF AYAH PERGI,
TEGARLAH JALANI TAKDIR INI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H