Mual, geli campur eneg liat komentar para " cebonger" dan "kampreter" tentang  pilem "Hanum dan Rangga" dan "A Man Called Ahok" di berbagai lini masa medsos.
Isinya saling caci dan saling serang tentang hal yang tak ada kaitannya dengan teknis sinematografi atau value dari pilem tsb.
Kasihan bener insan pilem yg melahirkan keduanya. Kerja kreatif mereka diapresiasi begitu rendahnya hanya sebagai alat mobilisasi dan propaganda ala "kampret" dan "Cebong" .
Aku tak bisa bayangkan perasaan para penulis skenario yang sudah mengerahkan seluruh daya kreatif, imajinasi, gagasan sekaligus kecerdasannya utk membumikan narasi yang menginspirasi sekaligus menghibur.
Menurutku skenario pilem itu salah satu mahakarya dari makhluk mamalia berotak bernama manusia. Bayangkan saja, materi pendidikan,materi budaya,materi dakwah dan materi hiburan bisa disatukan menjadi suatu paket narasi yang menghibur, dan renyah disantap.
Maka ketika ada skenario pilem yg ditempatkan sebagai propaganda untuk kepentingan elektoral primitif,ini pelecehan namanya
Pun begitu para aktor dan aktris yang lolos casting kemudian berbulan bulan  melakukan riset, memahami dan memasukkan karakter tokoh ke dalam dirinya hanya diapresiasi menjadi skrup propaganda.
Makanya saking salutnya dg aktor,dulu aku pernah tepuk tangan sambil siul siul ketika Barry Prima yang berperan sebagai Jaka Sembung muncul di layar Garuda Theatre ,bioskop terdekat di kampungku.
Semoga para "cebonger" dan "kampreterr" itu hanyalah netizen fiktif dari sebuah mesin produksi elektoral dan pabrik kebencian.
Bayangkan jika pabrik kebencian ala "Cebong" vs "Kampret" ini terus beroperasi smua hal akan diambil menjadi bahan baku atau energi melampiaskan kebencian, atau ketidaksenangan.
Kritik film yang seharusnya dibudayakan untuk memberikan gizi bagi kreatibitas berganti dengan parade hujatan,bullying,hinaan yang out of context.
Jika cara berpikir kampreter dan cebonger itu terus  membesar. Hasil karya dan cipta sekreatif apapun tak akan mendapatkan apresiasi yang sehat, yang ada adu kekuatan. Kekuatan komentar,kekuatan opini dan kekuatan memnopoli. Akhirnya akan hanya merendahkan karya cipta itu sendiri jika otak penikmatnya telah berganti sampah kebencian!
Aku membayangkan suatu saat Tom Hanks yg pernah membuatku terpana dalam Forest Gump memerankan Jokowi dan Bruce Willis yg macho berat dalam Die Hard main sebagai Prabowo,kira kira apa komentar mereka?
Kamu!...iya kamu...kalo mau nonton "Hanum dan Rangga" atau "A Called Man Ahok" nonton aja,mumpung masih ada bioskop di kotamu.Tak usah takut dg cebong dan kampret!!!
Di tempatku tak ada bioskop lagi, satu-satunnya Borobudur Theatre sudah ludes terbakar, sebelumnya Atrium sejak jaman baheula juga terbakar.Yang lain, Mataram, Hajahmada,Rahayu,Fajar,Garuda, sudah tinggal legenda yg fotonyapun terbang bersama debu, nyesek tao!!!
Muhammad Burhan
Pecinta Pilem Pekalongan  yg kehilangan bioskop
#HanumDanRangga #AManCalledAhok #Film #HilangnyaKewarasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H