Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perawat Menulis dan Menulis Perawat

31 Oktober 2021   20:00 Diperbarui: 31 Oktober 2021   20:36 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis tak kenal usia, tempat, suasana, bahkan beralas punggung anaknya (Dokpri)

Bebarapa hari yang lalu ada mahasiswa yang bertanya, apa tujuan saya menulis di media sosial.
Jawabannya biar apa yang saya dengar, yang saya liat, dan saya kerjakan tidak lupa dan tidak lewat begitu saja.

Mahasiswa tersebut juga bilang, jarang perawat yang suka nulis di media mas. Buru-buru saya luruskan kalau semua perawat itu tukang nulis.

Apa yang direncanakan atau apa yang akan dikerjakan dicatat, apa yang sedang dikerjakan ditulis, dan apa yang sudah dilakukan wajib didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Semua catatan dan tulisannya hanya bisa dilihat atau diakses orang tertentu dibawah sumpah.

Mas jurnalis? Tanya si mahasiswa

Aku jawab bukan, namun aku sebagai perawat diajari dan bekali cara mengumpulkan data mirip jurnalis. 

Mulai usia janin, bayi, anak, remaja, dewasa, lansia, bahkan yang sudah meninggal kami harus bisa menggali informasi.

Bagaimana mengumpulkan data subyektif, data obyektif, data fisik, data dari pihak lain, data psikologis.
Wawancara, mendengar, melihat, meraba, mengetuk, menyentuh sampai menganalisa menjadi sebuah data.

Bahkan dari mimik muka, sorot mata, gerak-gerik, warna kulit, warna rambut, warna kuku menjadi bahan informasi yang valid meski mulut pasien berkata tidak jujur. Dari gejala fisik bisa kami simpulkan orang yang berikan data bohong atau tidaknya.

Perawat harus klarifikasi berbagai data dan sumber untuk menyimpulkan dengan cepat untuk melakukan tindakan tepat dan cepat, terlebih dalam kondisi darurat.
Semua harus tertulis jelas, dan harus valid dan serta bisa dipertanggungjawabkan. Mirip reportase, malah terkadang seperti investigasi.
Kami dibekali cara-cara simpati, empati, dan berbagai macam perasaan sehingga data kami peroleh. 

Bagaimana berhadapan dengan bayi, anak, remaja, dewasa, bahkan pada lansia banyak tehnik yang terus harus dikembangkan.

Apakah perawat lain juga melakukan seperti yang mas tulis?

Pertanyaan ini yang bikin saya bingung. Karena waktu terus bergulir, sekolah jaman dulu dengan sekarang pasti jauh berbeda. 

Dan apa yang saya lakukan adalah berdasarkan apa yang saya di sekolah dulu.

Terkadang juga tersenyum sendiri lihat junior sekarang. Frekuensi berdekatan dengan pasien kurang dibandingkan seangkatan saya. Terutama soal komunikasi kurang atau mungkinkah merasa canggung?
Datang melakukan tindakan seperlunya, ngomong seperlunya lalu pergi sehingga mirip robot saat bekerja.

Saya berani ngomong begini karena saya punya perbandingan, saat diperbantukan penanganan pandemi kemarin. Kami bertemu dalam pelayanan dari berbagai asal dan jenjang perawat. Mulai perawat baru lulus, sampai perawat tua seusia saya ada. 

Rata-rata dari mereka tidak banyak cerita dengan pasien dibandingkan saya atau seangkatan saya.

Bagaimana komunikasi sederhana meski dengan  tatapan mata, senyuman, sentuhan bahkan sampai kata-kata sehingga pasien merasa lebih diperhatikan.

Saat pandemi kemarin ada banyak teman sesama nakes, perawat, bahkan ada adik-adik mahasiswa yang menunggu cerita demi cerita saya di medsos.

Mungkin saja tulisan saya yang remeh temeh bisa menginspirasi mereka untuk wawasan terutama masalah komunikasi. Meski tujuanku menulis di medsos bukan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun