Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Srimbek, Kartini Pada Masanya

23 April 2018   11:30 Diperbarui: 23 April 2018   11:36 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Srimbek dan pelanggannya, Robby Setyosantiko membacakan monolognya

"Ruangan ini non AC, dilarang bawa emosi biar tidak gerah." Kata Robby membuka diskusi.

Menurut Robby, Srimbek adalah pelacur bisu tuli legendaris di Madiun tahun 70 an, sampai saat ini masih hidup dipinggiran kota Madiun. Pelacur yang menjadi pahlawan anak-anaknya, pelacur yang menjadi tulang punggung keluarganya.

Monolog Teater "Srimbek" mengharap atas semua ridhlo Gusti Allah. Srimbek mengatakan pesan pada pribadi manusia bahwa sejatinya semua orang pernah melacurkan diri.

"Apakah kita bisa mengingat bahwa pelacuran itu tidak mengenal jenis kelamin, status sosial predikat seseorang, dan sebagainya." Ujar mas @maskaji_lege.

Srimbek pelacur bisu tuli, melayani tanpa kata kata
Srimbek pelacur bisu tuli, melayani tanpa kata kata
Menurut mas Joko, Srimbek adalah Kartini pada masanya yang berani melawan norma untuk memperjuangkan nasibnya.

Banyak pelacur di jaman sekarang ini dan mereka bersembunyi dibalik topeng. Sok suci dan bersih kata Mohammad Herdianto. Menurutnya banyak orang yang menjadi penjilat untuk kepentingan sesaat dan merugikan kepentingan umum dan orang lain tak ubahnya seperti pelacur.

Orang yang bekerja tidak sesuai dengan nurani adalah bentuk pelacuran juga kata mas Agus. Korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah bentuk pelacuran yang lebih ngeri dibanding dengan apa yang dilakukan Srimbek.

Aplous panjang buat pentas dadakan ini, dan berharap sering-sering diadakan. Saling berdiskusi, sambil ngopi, saling interaksi kata mas Nugroho yang juga berkompeten di dunia kopi.

Jangan keburu mengadili pada setiap apa yang terjadi, jangan mudah menyalahkan paham orang lain yang tak sepaham. Belajar memahami orang lain agar tidak gampang salah paham.

Srimbek, pelacur legendaris tak seburuk kutukan orang kebanyakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun