Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mbah Semi dan Cerita Kopi yang Telah Menghidupinya

23 Februari 2018   07:45 Diperbarui: 23 Februari 2018   09:09 2490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Semi, cerita tentang kopi yang telah menghidupinya (dokumentasi pribadi)

Perbincangan di warung kopinya mulai dari politik, budaya, ekonomi, pertanian, sampai pertandingan bola. Telinga dan otaknya menjadi perekam setiap obrolan mereka yang datang dan pergi. Ia juga hapal tentang penyakit yang sedang banyak diderita masyarakat, kebetulan warungnya dekat pratikan dokter dimana para pengantar atau keluarga sering mampir ngopi sambil nunggu antrian.

Ia juga tahu betul tangisan dan susahnya para pengemudi becak yang beralih ke bentor, namun dilarang oleh pihak pemda, di warung inilah para pengemudi tersebut sering mangkal.

(dokumentasi pribadi) Mengurus kopi selayaknya mengurus bayi, kata Mbah Semi harus setiti
(dokumentasi pribadi) Mengurus kopi selayaknya mengurus bayi, kata Mbah Semi harus setiti
Sampai kapan Mbah Semi akan jualan kopi? Sampai badannya yang renta tak bisa bangun lagi, katanya. Kopi yang telah menghidupinya, dan kopi yang selalu membuatnya merasa muda. Kecintaannya pada kopi tak terbantahkan lagi, suka duka menjadi penjual kopi telah dilakoni.

Suka duka menjadi penjual kopi telah ia lalui. Jatuh bangun, pahit getir, masam manis kopi akan kopi sudah ia rasakan. Kopi telah menghidupinya, karena kopi ia bertahan sampai saat ini.

Cintanya pada kopi akan terus ia lakukan dengan tidak memakai kopi sachet-an yang tinggal digunting, atau kopi yang sangrai pabrik yang tinggal giling. Ia ndak tega pada pelangganya yang puluhan tahun menikmati kopinya. Katanya cuma cari praktisnya pasti pelanggan akan lari.

Lelaki kok minum kopi gunting? Candanya. Menurutnya kopi yang baru dipilah, diolah, dan diracik sendiri lebih terjamin rasanya dan sangat berbeda dengan kopi sachet. Itu alasan mengapa ia tak memakai kopi sachet meski lebih mudah tinggal menggunting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun