Hari masih gelap maklum masih jam setengah 1 malam, dingin semakin jadi saat hujan rintik menyertai. Bus yang saya pesan sudah menunggu sedari jam 11 malam. Bus yang akan membawa kami ujian kompetensi di dinas kesehatan provinsi Jawa Timur Surabaya.
Azan subuh berkumandang sesampainya di kantor dinas tersebut, nampak puluhan orang yang dengan bawaan mbedoyot, bawaan banyak. Ternyata sudah ada yang telah tiba lebih dulu sampai di Dinkes provinsi.
Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan merupakan suatu proses  untuk  mengukur pengetahuan, keterampilan,  dan sikap kerja pejabat fungsional kesehatan yang dilakukan oleh tim penguji dalam rangka memenuhi syarat kenaikan jenjang jabatan setingkat lebih tinggi, jelas Bu Titin salah satu panitia uji.
Menurutnya ada 6 Jabatan fungsional rumpun kesehatan ( perawat, Â perawat gigi, Â pembimbing kesehatan kerja, radiografer, perekam medis, Â elektromedis) yang kali ini dilakukan uji kompetensi.
Dasar hukum pelaksanaan ujian kompetensi jabatan fungsional ini adalah UU ASN No.5/2014 dan UU Tenaga Kesehatan No. 36/2014. Dan pelaksanannya adalah Permenkes 18/2017.
Lebih dari 600 pegawai  yang di uji kompetensi selama 3 hari berturut-turut, sehingga selama waktu itu kantor dinas kesehatan provinsi tersebut ramai di penuhi pegawai dari berbagai kabupaten kota di Jawa Timur.
Banyak diantara mereka membawa alat cetak printer, dan mencari colokan listrik di sudut-sudut ruangan gedung.
Setiap ada yang selesai diuji, langsung dikerubuti untuk ditanyakan apa saja  yang yang ditanyakan penguji. Bukannya menjawab peserta yang telah diuji terlihat panik, lari ke  tempat foto copy. Meng-copy dokumen yang kurang, dan segera mencari tempat lapang seperti masjid. Segera mereka menulis dan melengkapi kekurangan dokumen.
Peluh menetes sebesar butiran jagung, saat giliran saya maju uji kompetensi meski AC disana sini sudah dinyalakan.
"Bapak jangan panik, rileks saja..." kata penguji perempuan dihadapan saya.
Dua karton bekas wadah air mineral berkas dokumen serasa masih kurang. Masih ada berkas buku harian yang belum bisa saya  tunjukkan. Saya hanya bisa berkata minta maaf dokumen tersebut tertinggal. Dengan sabar penguji mengatakan tidak apa-apa tertinggal, namun saya diminta untuk foto dokumen yang tertinggal. Caranya minta teman kantor untuk memfoto berkas yang tertinggal di kantor, dan foto tersebut saya cetak dan lampirkan lagi dalam berkas.
Setiap pegawai harus bisa  menunjukkan bukti-bukti, dokumen dari pekerjaan yang ia kerjakan. Mulai kegiatan harian, mingguan, bulanan, semester, tahunan sampai rentang waktu kenaikan pangkat.
Sebagai perawat kegiatan sudah ditentukan oleh Permenkes sesuai dengan kompetensi dan kewenangan seorang perawat.
Mirip-mirip akreditasi rumah sakit, setiap poin penilaian ada bukti yang runtut. Setiap peserta diwajibkan menandatangani surat pernyataan bermaterai soal validitas data, serta pekerjaan yang dia lakukan, serta keaslian dokumen.
Bagi yang belum lulus kenaikan tingkat ditunda sampai dokumen tersebut bisa dipenuhi. Sungguh berat menjadi perawat, keluh beberapa diantara kami. Tapi ini amanah undang-undang untuk menjaga tentang kepegawaian, mau tidak mau hanya nurut sebagai kewajiban seorang pegawai.
Ujian kompetensi ini berbeda dengan ujian kompetensi yang dilakukan profesi yang selama ini untuk memperoleh STR. Ujian ini merupakan tolak ukur apakah tenaga tersebut laik naik pangkat atau naik jenjang berikutnya.
Beruntung ini masih tahap awal-awal pelaksanaan ukom sehingga banyak hal yang dimaklumi soal kelengkapan, namun begitu kekurangan dokumen tetap harus dilengkapi dalam batas seminggu. Melewati batas dianggap tak lulus karena surat tanda kelulusan diterbitkan oleh Jakarta yang bersumber dari rekomendasi Dinkes propinsi yang mengadakan ujian kompetensi.
Inilah sekilas cerita suka duka kami khususnya sebagai seorang perawat. Kami sudah difilter oleh profesi dan sebagai penggawai juga masih difilter lagi oleh badan khusus dalam kepagawaian. Bagaimana kami harus bekerja, bagaimana kami harus melayani, tidak boleh melanggar undang-undang dan terus berada pada acuan yang sudah ditetapkan oleh organisasi profesi maupun oleh pemerintah. Namun begitu kekurangan masih saja terjadi masih sering ada suara sumbang, baik karena kesengajaan maupun ketidak sengajaan dari resiko pekerjaan kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H