Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kasus ZA di Surabaya, Ketika Pelayanan Kesehatan Masuk Ranah Hukum

6 Februari 2018   22:11 Diperbarui: 8 Februari 2018   05:39 4678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perawat dan Petugas kesehatan minim payung hukum

Ironi, bila melihat pemberitaan tentang dugaan pelecehan seksual oleh perawat pada pasien di rumah sakit National Hospital Surabaya belakangan ini.

Opini sudah terlanjur menyudutkan salah satu pihak, meski kebenaran belum terang. Hukuman sanksi sosial sudah terlajur diterima meski belum tentu bersalah. Risiko seorang profesi baik dipuji, salah dicaci, apapun itu.

Saya bekerja sebagai perawat semenjak lulus tahun 1993. Haru biru menjadi perawat sudah saya jalani. Mulai menjadi perawat sukwan (suka relawan tanpa gaji), honorer (gaji ala kadarnya), sampai menjadi perawat sebagai pegawai negeri sipil. 

Tahun segitu lebih mudah dalam mencari tempat kerja, sepuluh tahun terakhir lulusan perawat tak sebanding dengan lahan untuk bekerja sehingga harus mati-matian untuk mencari kerja. Hal ini tak sebanding dengan peluh, keluh, serta biaya yang lumayan mahal selama di bangku perkuliahan. Sehingga banyak perawat yang menganggur atau tidak bekerja sesuai dengan apa yang dia pelajarinya.

Pihak rumah sakit swasta dengan seenaknya menggaji perawat di bawah profesi, bahkan dibawah UMR pekerja umum. Seringkali pula perjanjian kerja di awal masuk tempat kerja sudah menjerat perawat, teken kontrak dengan gaji bawah standard dengan ancaman mengembalikan uang yang sudah diterima jika keluar di masa kontrak. 

Hal ini membuat kesempatan perawat tak ada pilihan selain menurut tak pindah bila ada formasi pegawai negeri sipil atau ada tempat kerja lain yang lebih menjajikan. Hal ini momok yang sudah menjadi rahasia umum yang dialami perawat di rumah sakit - rumah sakit swasta. Ancaman PHK sepihak juga selalu menghantui. 

Mungkinkah hal ini juga dialami secara psikologis oleh perawat ZA di rumah sakitnya tempat bekerja?? Kemungkinan itu besar sekali.

Ruang intensif, emergency, dan operator rawan masuk ranah hukum.
Ruang intensif, emergency, dan operator rawan masuk ranah hukum.
Kebetulan saya berdinas di kamar operasi, saban hari disuguhkan hal-hal demikian, sudah menjadi wilayah lingkup kerja dan harus dikerjakan.

Saya lama dinas di kamar operasi kebidanan dan kandungan yang saban hari berkutat dengan begituan. Bukan bosan atau jemu soal begituan, tapi rasanya ndak mungkin melakukan hal begituan bagi kami yang saban hari bekerja di ruang emergency intensif dan operatif.

Kami bekerja team yang terdiri dari 3-5 orang, saling bekerja sama, saling mengawasi, saling mengontrol dan setiap apa yang kami kerjakan selalu kami catat dalam resum medis. Kronologi, hari jam menit harus kami catat runtut, karena hanya itu senjata kami bila terjadi masalah di kemudian hari.

Saya sangat yakin rumah sakit tempat ZA bekerja tata kerjanya sama dengan tempat kami bekerja, bahkan mungkin lebih tertata sana karena sudah menyandang nama besar rumah sakit nasional. Apalagi semua penyelenggaraan rumah sakit sekarang harus mengikuti standart nasional KARS bahkan internasional, sehingga tidak bisa main-main.

Unggahan video tentang dugaan pelecehan seksual di rumah sakit National Hospital Surabaya langsung viral. Opini begitu cepat terbentuk, ZA betul-betul tersudut meski belum terang benar dan salahnya. Masyarakat terlanjur menghakimi meski pengadilan belum dimulai.

Pengambilan gambar ataupun video di rumah sakit sebenarnya terlarang, berdasar UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran pasal 48 dan pasal 51. Begitu juga berdasarkan Undang Undang No 36 tahun 1999 Pasal 40 tentang Telekomunikasi, harusnya semua pihak paham akan hal itu terlebih mereka-mereka yang berlatar belakang hukum. 

Petugas rumah sakit bisa dituntut bila memotret, menyiarkan tentang rahasia pasien yang dilayaninya. Hal ini merupakan kode etik, dan rahasia jabatan yang harus dipegang teguh. Ada standart akreditasi dimana rahasia tersebut harus benar-benar diprioritaskan, sampai-sampai ada pokja khusus yang mengelola (kelompok kerja).

Ada kesan yang begitu terskenario dalam kasus ini. Dengan gampang pihak keluarga membawa alat perekam masuk ruang intensif dan begitu sengaja merekam bahkan mengumbar rahasia pada kalayak. Berbeda dengan kami harus merahasiakan apa yang kami ketahui tentang pasien (rahasia jabatan).

Pada saat dialog di Kompas TV pihak keluarga menyalahkan rumah sakit National Hospital Surabaya tentang keluarganya dirawat diperiksa oleh petugas laki-laki, sesuatu yang mustahil karena kami tak membedakan hal itu terlebih di ruang intensif, emergency, maupun operatip.

Setiap pasien masuk pasti disodori kertas tentang hak dan kewajiban pasien, dan pasien atau keluarga harus tanda tangan di situ tanda setuju dengan prosedur pelayanan.

Pasien juga dijelaskan prosedur, dan siapa saja yang akan menanganinya bila tidak setuju pasien berhak menolaknya, berdasarkan kemampuan rumah sakit yang bersangkutan. Setiap rumah sakit diberikan keleluasaan membuat standar operasional sesuai kemampuannya namun tidak boleh bertentangan dengan standar akreditasi. Yakin rumah sakit National Hospital Surabaya pasti melaksanakan hal itu.

Kami dibekali dengan etika dan hal hal yang ketat sekali tentangg hal itu, dan hal itu adalah keseharian kami. Kami diajarkan dan ditanamkan bagaimana menghadapi pasien, begitupun pada mayat kami harus memperlakukan dengan sopan santun dan menghormatinya.

Memang ada perawat nakal, perawat yang menyalahi ketentuan, pelayan kesehatan, begitupun rumah sakit.

Sekilas seperti ada rencana luar biasa, bukan pada ZA tapi pada rumah sakitnya. ZA orang miskin, orang kecil seperti saya dengan gaji pas pasan yang gak layak dijadikan sasaran tembak. Sudah menjadi rahasia umum berapa besar gaji perawat.

Semua terlanjur viral dan terlanjur masuk ranah hukum, dan itupun tidak menutup kemungkinan ZA memang benar-benar bersalah, atau ada motif lain yang kebetulan waktu dan kejadian berentetan.

Posisi sebagai pasien juga pasti berat bila hal itu memang terjadi dan begitupun sebaliknya posisi perawat juga berat bila hal tersebut benar-benar tidak terjadi.

Surat edaran yang beredar di group WA perawat
Surat edaran yang beredar di group WA perawat
"ZA tidak melanggar kode etik keperawatan. Artinya ZA tidak melakukan pelecehan seksual kepada pasiennya," kata Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Jawa Timur. Kabar terakhirpun ZA mencabut (mengubah) pernyataan di BAP.

Situasi semakin meruncing, maka satu-satunya harapan kita adalah kebenaran yang diungkapkan dengan terang menderang oleh aparat penegak hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun