Suara bende memecah kesunyian malam dan menjadikan suasana semakin magis. Jalur protokol  sudah steril dari lalu lalang kendaraan bermotor, Polisi dan dinas perhubungan telah mengalihkan jalur lalu lintas dari jalan yang akan dilalui "bedol pusaka". Jalur dari pendopo kabupaten Ponorogo tempat bernaung 3 pusaka andalan Ponorogo menuju ke Gedong Setono kompleks makam pendiri kabupaten Ponorogo.Â
Di komplek tersebut bersemayam Raden Bathoro Katong beserta keluarga, kerabat, dan pengikutnya yang turun-temurun. Di komplek makam di kota Lama ini pusaka akan diinapkan dan keesokannya akan dikirab lagi ke tempat semula di pendopo kabupaten Ponorogo. Bersamaan kirab pusaka dalam rangka grebeg Syuro dan hari jadi Ponorogo yang ke 521.
Thung... thung... gung....
Masyarakat yang menunggu sepanjang jalan yang dilewati langsung terdiam, mereka menepi. Seperti memberi hormat pada rombongan yang mau lewat, bende ditabuh adalah pertanda ada maklumat penting atau ada pembesar kerajaan yang akan lewat.
Lampu PLN sepanjang jalan yang dilalui mati, hanya penerangan dari oncor yang dibawa oleh pengiring dan oncor yang sedari sore sudah dipersiakan di jalur yang akan dilalui rombongan.
Rombongan diberangkatkan dari pendopo agung kabupaten Ponorogo jam 00:00 dan sekitar jam 3 pagi rombongan baru sampai di Kota Lama komplek makam Raden Katong pendiri Ponorogo. Mereka berjalan kaki melewati empat wilayah kecamatan. Kecamatan Ponorogo, kecamatan Babadan, kecamatan Siman, dan terakhir kecamatan Jenangan. Merka diam tanpa bicara, dalam hati terus melafatkan doa seperti yang kakek-kakek mereka lakukan jaman dulu.Â
Pakaian mereka mencerminkan para pejabat jaman dulu, jaman awal-awal Islam berkembang di Ponorogo. Perpaduan antara Jawa Ponoragan dan Islam.
Pak Nardi mengatakan, inilah situasi dulu ketika Islam masuk di Ponorogo. Bagaimana Ki Ageng Mirah sebagai utusan Demak Bintoro tetap menghormati adat dan kebiasaan orang Ponorogo. Sehingga waktu itu Islam cepat berkembang pesat di Ponorogo, bahkan menjadi kadipaten Islam satu kurun waktu dengan Demak Bintoro. Ki Ageng Mirah datang lebih dulu mempersiapkan segala sesuatunya, dan setelah itu Raden Katong adik Raden Patah yang datang.
Ketiga pusaka yang dikirab adalah Sabuk Cinde Puspito,Payung Songsong Tunggul Wulung dan Tombak Tunggul Nogo. Merupakan pusaka yang dipakai Raden Bathoro Katong untuk menyebarkan Islam di Ponorogo, pergolakan penolakan masuknya Islam pernah terjadi, dan ketiga pusaka tersebut pernah menjadi saksi dan berperan waktu jaman itu.
"Biar kita sama-sama tahu sejarah, sehingga kita bisa bercerita pada anak cucu, dan tidak gampangan kaget bila tiba-tiba kebudayaan kita di klaim negara lain seperti seni reyog dulu." Imbuhnya.
"Ini lo... senjata andalan Ponorogo waktu itu, jangan sampai pusaka bersejarah tersebut rusak ataupun terlepas dari Ponorogo bahkan terbawa sampai luar negeri..." kata kepala dinas pariwisata tersebut. Pusaka tersebut sudah berumur lebih 500 tahun, karena perawatan yang seksama sehingga pusaka-pusaka tersebut masih bisa disakskan sampai sekarang ini. Dan ini menjadi tugas dinas yang dipimpinnya, selain melestarikan juga mempromosikan agar kasanah budaya Ponorogo bisa dinikmati orang dari luar Ponorogo bahkan luar Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H