Ada yang berbeda pada sholat dhuhur di masjid As Syifa. Masjid yang berada dalam kompleks RSUD Harjono Ponorogo di hari pertama Ramadan kemarin. Syech Iyad Abu Rabi' imam dari masjid dari Palestina tersebut menjadi imam sholat dhuhur di masjid As Syifa. Meski bacaan sholat tidak dilafatkan karena sholat dhuhur, namun suara beliau ketika takbir dalam gerakan sholat suaranya fasih benar. Suaranya besar dan menggema dan membuat hati terasa berdesir. Suara merdu menyejukkan hati. Suaranya menderas, mengalun dengan lembutnya seakan sanggup memecah hati yang keras seperti batu, tenteram serasa
Selesai sholat dhuhur dilanjutkan siraman rohani dari beliau Syech Iyad Abu Rabi'. Melalui penerjemah beliau mengatakan bahwa Ramadan adalah bulan khusus yang disiapkan Allah, dan hanya datang dalam setahun sekali bagi umat yang beriman untuk bisa dijadikan sarana untuk bertakwa.
Umat Islam di dunia harus bersatu karena tuhannya satu, nabinya satu, kitabnya juga satu. Ketika sholat kiblatnya satu, dimanapun berada baik di belahan dunia sebelah timur maupun barat puasanya wajibnya sama pada bulan Ramadan.
Puasa itu cara umat Islam untuk menjadi satu. Baik yang di Palestina, Arab Saudi, Indonesia, negeri Eropa, Amerika, atau belahan dunia lain. Sama merasakan lapar, haus, dan sama tata caranya. Begitu pula ibadah wajib lainnya menyatukan umat Islam dunia.
Tak ada yang istimewa, semua mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang sama. Yang membedakan hanyalah kwalitas takwanya, paparnya.
Setelah selesai pemaparan beliau mengadakan tanya jawab. Lewat penerjemah bagi yang tidak menguasai bahasa Arab. Namun begitu pertanyaan yang berbahasa Arab tetap diterjemahkan oleh penerjemah.
“Bagaimana kondisi Ramadan di Palestina yang sedang berkecamuk perang? Bagaimana saudara-saudara muslim di sana melaksana ibadah Ramadan?” tanya seorang bapak salah satu keluarga pasien yang sedang dirawat di RSUD Harjono.
Listrik dibatasi, yang tadinya 12 jam sehari dikurangi menjadi 8 jam per hari. Seakan rakyat Palestina dibuat mati perlahan dengan pembatasan pasokan listrik ini.
Angka pengangguran semakin tinggi, penduduk miskin semakin banyak sedangkan bantuan intersnasional juga sulit masuk. Gaji pegawai terancam molor bahkan mengalami penurunan karena kemampuan pemerintah semakin rendah.
Pasar-pasar menjadi sepi karena taka da barang yang dijual, tak aada pembeli yang mampu membeli, daya beli masayarakat semakin turun drastis, cerita sang Imam.
Sang Imam juga menceritakan rumah sakit bantuan dari Indonesia masih dalam tahap pembangunan. Pelayanan kesehatandi Palestina semakin buruk karena keterbatasan obat. Pasokan obat-obatan diperketat oleh otoritas Israel.
Kondisi semakin diperparah dengan konflik internal. Saling berebut pengaruh di antar ormas-ormas muslim Palestina. Perang melawan zionis lebih mudah dibanding perang melawan bangsa sendiri, katanya. Perang melawan penjajah jelas musuh yang dihadapi. Perang melawan bangsa sendiri, sama halnya memotong bagian tubuh sendiri.
Di akhir ceritanya Syech Iyad Abu Rabi' meminta bantuan doa dari rakyat Indonesia. Bantuan diplomasi untuk pengakhiran blocade agar krisis tidak berkepanjangan. Ia juga mengucapkan anyak terima kasih atas bantuan dana yang terus disalurkan dari saudara muslim Indonesia. Bantuan ini sangat dirasakan oleh masyarakat Palestina. Bantuan ini adalah salah satu cara bagi muslim Indonesia untuk berjihad, di situasi politik dunia yang tak memungkinkan untuk muslim Indonesia ikut memanggul senjata di Palestina.
Semoga krisis di Palestina segera berakhir, semoga saudara-saudara kita di Palestina bisa menikmati Ramadan kali ini dengan sebaik-baiknya. Aamiin….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H