Kelompok kami terbagi 4 kelompok, berdasarkan stamina. Yang staminanya bagus akan terus melaju agar segera sampai puncak. Semakin ke belakang semakin berkurang tenaganya. Tak tahu berapa ratus meter jalan yang sudah tertempuh, hanya saja kata orang-orang ketinggian bukit Cumbri ini 638 model.
Tanaman jambu mente sudah tidak nampak lagi, tinggal dinding batu di kanan kami dan kurang dari lembah raksasa yang menampakkan bintang-bintang gemerlapan dari lampu penerangan dari nun jauh. Terpaan angin mulai terasa, tak ada lagi tanaman atau pepohonan yang menghalangi sehingga dingin mulai terasa.
Kami harus semakin waspada karena jalan mirip tangga. Tangga kecil-kecil yang licin, terpeleset sedikit masuk jurang yang dalamnya ratusan meter. Setelah melewati batu besar akhirnya sampai juga, suasana masih gelap hanya kerlap-kerlip lampu nun jauh di sana yang mirip bintang-bintang. Yang tadinya hanya di kiri sekarang berada di kanan-kiri. Menurut Shandy, daerah yang nampak di depan dan di kiri tersebut adalah wilayah Kabupaten Ponorogo, sedang yang berada di samping kanan adalah dan belakang adalah wilyah Kabupaten Wonogiri.
Hari semakin terang, semburat merah dari sunrise yang kami tunggu tak juga datang. Mendung tipis pun perlahan datang, menyelimuti gunung-gunung kecil dan lembah yang ada di bawah bukit Cumbri. Makin lama kabut tersebut menutupi penuh gunung-gunung kecil tersebut, mirip-mirip ombak di samudera yang menenggelamkan bebatuan karang atau pulau-pulau kecil.
Puncak bukit Cumbri ini terbagi dua gundukan, yang satu berupa batu besar dari batu ini bisa dinikmati pemandangan view Ponorogo. Sedangkan yang lebih tinggi bisa menikmati view Ponorogo dan Wonogiri. Namun, posisi bukit Cumbri lebih menghadap ke arah Ponorogo, atau ke arah timur. Alasan itulah bukit Cumbri lebih cocok untuk mengejar sunrise dari arah Ponorogo.
Puaskanlah selfie, memotret landscape, menunggu sunrise, menikmati lembah yang berkelok, menikmati gunung-gunung kecil di bawah Cumbri yang mirip batu pada samudera, menikmati kabut yang mirip ombak di lautan.
Saya sempat bertanya pada Pak Sarno warga Pager Ukir (Ponorogo) ketika sudah turun waktu mengambil kendaraan tentang polemik di media sosial ini.
“Oalah mas Cumbri niku gadahane Indonesia, sanes gadahane wong Sampung nggih sanes gadahane tiyang Purwantoro,” jawab Pak Sarno, Cumbri itu milik Indonesia bukan milik orang Ponorogo atau Wonogiri.