Murti terdiam. Pandangannya nanar, tatapannya kosong. Keringat dinginnya terus mengucur sehingga rasa lelahnya semakin nampak ketika bidan VK yang menangani mengatakan tindakan operasi caesar harus segera dilakukan. Usaha lahir pervaginam (normal) sudah tidak memungkinkan lagi, meski his (kontraksi rahim) bagus dan kuat. Seperti ada penghalang jalan lahirnya bagian bawah sehingga kepala bayinya tidak bisa turun.Â
Ini adalah kehamilan Murti yang ke-12. Orang medis menyebut grande multipara. Sesuatu yang luar biasa. Anak pertamanya berumur 19 tahun. Murti lahir di tahun 1976, di 2016 ini umurnya genap 40 tahun. Murti kawin di usia 18 tahun. Semua anaknya lahir hidup, dan kesemuanya lahir pervaginam (normal) kecuali yang akan lahir sekarang ini.Â
Grande multipara bisa berakibat komplikasi pada sebelum persalinan, saat persalinan, dan pasca persalinan. Risiko terjadinya uterine atony (perdarahan pasca melahirkan karena jeleknya kontraksi rahim), ruptur uteri (robeknya dinding rahim), serta malpresentation (bayi salah posisi lahir karena rahim yang sudah melar).
Orang tua zaman dulu selalu mengatakan, banyak anak artinya banyak rezeki. Zaman terus berubah, anak-anak tak hanya cukup diberi makan dan dibesarkan saja. Banyak anak tentunya semakin berat pula beban hidupnya, segi pembiayaan juga luar biasa.Â
Berkali-kali suami Murti menolak untuk dimintai persetujuan untuk operasi. Dia masih yakin bayinya bisa lahir normal. Berkali diterangkan dan didesak karena semakin lama memutuskan semakin berisiko pada istri dan bayinya. Akhirnya suami Murti mengatakan yang sebenarnya dia tidak mempunyai biaya. Petugas mengatakan urusan biaya urusan belakangan karena sistem pembayarannya ketika pasien akan pulang. Yang terpenting keselamatan istri dan bayinya. Akhirnya dia setuju.
Karena ini kehamilan yang ke-12, ibu tersebut disarankan untuk menggunakan kontrasepsi mantap MOW. Orang awam bilang KB steril. Dilakukan pengikatan pada saluran telurnya agar tidak terjadi pembuahan (tubektomi). MOW adalah Metoda Operasi Wanita program dari BKKBN Â diharapkan tidak hamil lagi alias mantap.Â
Suami Murti marah-marah ketika mendengar kontrasepsi, dia mengeluarkan alasan panjang lebar intinya keyakinan tidak memperbolehkan semua jenis kontrasepsi.
Okelah...... ini merupakan hak pasien harus dihormati. Operasi caesar-pun segera dilakukan. Ternyata ada semacam tumor di bagian bawah rahim sehingga menghalangi bayi. Kepala bayi sebagian sudah terjepit turun. Sehingga perlu tindakan ektra perlu irisan tambahan dari biasanya untuk segera melahirkan bayi. Bayinya-pun sudah lemas ketika diangkat dan diserahkan pada perawat bayi untuk segera ditangani. Beruntung beberapa saat kemudian terdengar tangisan bayi. Alhamdulillah bayi selamat.
Kondisi rahim Murti jelek, perdarahan hebat dan sudah menipis sehingga diperkirakan tak memungkinkan untuk hamil lagi. Robekannya juga serius, akibat his yang kuat dan halangan pada bagian bawah. Orang medis menyebut terjadi ruptur uteri. Robek karena dorongan kontraksi yang kuat namun terhalangan. Mirip balon yang terus dipompa akhirnya meletus.
Perawat serkuler keluar untuk menemui suami Murti. Tindakan kontrasepsi MOW harus dilakukan karena kalau hamil lagi akan terjadi hal yang sama bahkan lebih dari kali ini. Suami Murti tetap bersikukuh tidak setuju dilakukan kontrasepsi MOW. Dalam situasi genting akhirnya suami Murti disuruh ganti baju kamar operasi, meski ini tak lazim namun untuk kedaruratan terkadang harus dikesampingkan. Ketika rayuan, penjelasan tak mempan.
"Bapak... Monggo dipirsani ini rahim istri bapak, ini robekannya, ini tumornya." Kata dokter.
"Bila istri Anda hamil lagi.. rahim ini bisa pecah... istri bapak bisa mati.... bila bapak sayang istri dan ke-12 anak bapak... tindakan kontrasepsi harus dilakukan..." jelas dokter operator.
"Tapi terserah bapak... kami tidak memaksa. Rahim istri bapak tidak diangkat tapi hanya saluran kecil ini diikat..." jelas dokter lagi.
"Bapak merelakan pengikatan ini berarti bapak telah menyelamatkan istri dan ke-12 anak-anak bapak..." kata dokter mengakhiri penjelasan.
Suami Murti tidak menjawab, dia hanya mengangguk sambil air matanya berderai. Lalu dia keluar menandatangani persetujuan tindakan kontrasepsi MOW.
Air mata Murti menetes membasahi pucat wajahnya. Senyumnya yang tipis mengisyaratkan kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya tindakan MOW dilakukan.
"Matur nuwun..." suara Murti lirih ketika operasi sudah berakhir.
Mungkin ini kado terindah buat Murti di menjelang akhir Ramadhan. THR yang terindah buat Murti, kebahagiaannya tak bisa ditutupinya dari untaian senyumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H