"Aku ganti liat punya njenengan mas..." pinta saya, mas Rob membuka tas kamera dan menyodorkannya.
"Asyem...." umpat saya.
"La opo Om...." saut mas Rob.
Pada foto-foto di kamera mas Rob banyak bidikan manusia. Foto perempuan yang sedang berdiri dengan satu kaki bersandar pada pintu gerbang. Foto tentang lelaki diatas motor yang sedang melintas dan mendekat wanita yang berdiri di gerbang tersebut. Foto tentang lelaki dan perempuan yang sedang nobrol di tenah malam. Foto tentang lelaki dan perempuan sedang berboncengan di tengah malam setelah hujan.
"Asyemf oto njenegan terasa hidup...." kata saya, mas Rob tidak menjawab hanya meneruskan mengunyah tahu arab yang ada dihadapannya.
"Memange boleh mengunggah foto ginian di media mas?" tanya saya.
"Boleh, siapa yang melarang..." jawabnya singkat.
"Apa tidak takut dituntut mas?" tanya saya.
"Ndak, ndak pa pa... toh foto itu juga ndak jelas wajah mereka, ini soal seni dan konsep memotret.." jawabnya.
"Tadi kok ndak mengingatkan untuk menjepret beginian...." protes saya, dia hanya tertawa. Ilmu itu mahal, butuh waktu dan kembali ke tujuan ketika menjepret, jelasnya.
"Besok sampeyan kembali ke sini lagi sendiri, jepret seperti tujuan yang sampeyan inginkan, hati hati kena temeleng wakakakaka...." candanya.Â