[caption caption="sedang kakung, pemandian untuk kaum lelaki. Dokpri"]
[caption caption="sendang putri, untuk kaum perempuan. Dokpri"]
Menurut pemandu banyak pula para pelajar yang menghadapi ujian yang bertirakat di tempat ini, setelah berdoa di dekat makam mereka melanjutkan ritual mandi di sendang kakung. Banyak cerita keberhasilanya seperti mas Wisnu yang kemarin juga mengantarkan saudaranya yang akan mengikuti test masuk polisi.
"Namanya usaha mas, berhasil tidaknya urusan sang pencipta, yang penting kita sudah berusaha" katanya. Dulu dia juga sering bertirakat di tempat ini, begitu datang dia segera berwudlu dan berdoa mendoakan yang sudah sumare, dan kemudian dia berdoa untuk hajatnya. Dan dilanjutkan mandi di sendang ini tepat jam12 malam. Biar semua dosa, salah, serta kotoran luntur, jelasnya. Serta ajang taubat ini sebagai ajang tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang telah lampau, jelasnya.
[caption caption="Balai yang mirip kantor di dalam komplek sebelah dalam, dipenuhi pengunjung yang butuh informasi. Dokpri"]
Hampir 2 jam saya mengikuti pemandu tersebut, tak terasa jam sudah menunjukan jam 12-an malam. Saya-pun segera keluar menuju parkiran motor untuk mengambil motor dan segera pulang. Sepanjang perjalanan menuju jalan besar (ring road selatan) tak habis pikir, banyak perempuan jalanan yang menjajakan diri di sepanjang jalanan. Entah saya yang salah jalan atau bagaimana, saya melewati Sanggrahan yang menurut banyak orang tempat ini dulu bekas lokalisasi. Setelah dibubarkan mereka tinggal di rumah-rumah kost yang berada di sekitar sungai atau tebing sebelah timur sampai sekitar terminal Giwangan.
"Gak pengin sunah rasul mas?" tawar perempuan dipinggir jalan yang saya lalui. Saya hanya tertawa terpingkal ketika ditawari untu bersunah rosul dan habisnya harus membayar. Wakakakakakaka.
Sementara lelaki hidung belang sedang tawar menawar di depan saya. Dari usianya si lelaki 30-an tahun sedang si perempuan ber-hak tinggi tersebut usia 20-25 an. Setelah beberapa waktu mereka segera melaju dengan menyalip motor saya yang berjalan pelan.
Tak jarang pula sepanjang jalan di Sanggrahan ke Giwangan  banyak warung remang-remang dengan musik dangdut yang putar kencang. Gelak tawa para perempuan dan para lelaki tersebut. Bau alkohol dan pesing begitu menyengat.Â
Saya yakin para perempuan-perempuan yang saya temui di sepanjang jalan tersebut adalah pahlawan keluarga, mereka mancari makan tak hanya buat dirinya sendiri, saya yakin mereka mencari nafkah untuk anak-anaknya di rumah. Bahkan untuk suami-suaminya yang tak berdaya apapun bentuknya.Â
Saya yakin tidak salah jalan atau tersesat di sepanjang Sanggrahan sampai Giwangan. Saya yakin inilah perwujudan syukur bahwa banyak di lapis bawah sana yang masih berkutat dan berjuang untuk terus hidup dengan segala keterbatasan.