Sungai keruh yang dilalui sped boot rombongan Datsun Risers Expedition dan Kompasiana Blog Trip terus melaju, sepanjang sungai yang terlihat hanyalah aktifitas tambang. Kapal-kapal tongkang pengangkut batu bara hilir mudik menuju tengah lautan. Hutan-hutan ditepi sungai yang sudah beralih fungsi menyisakan kubangan-kubangan dan mirip longsoran. Hutan-hutan bakau tak lagi sempat tumbuh akibat aktifitas sungai yang kiat padat. Itulah penampakan aliran sungai yang kami lewati mulai dari pelabuhan di Berahu.
Rasa sedih, kecewa, hingga meratap atas pengelolaan lingkungan yang serasa kurang bijak.
Semakin jauh sungai-pun terlewati, air keruh perlahan berubah menjadi kebiruan. Hantaman ombak dan riak-riak yang semakin besar membuat kapal terhuncang. Kapalpun berkali-kali melompat-lompat seperti kuda yang menghindari kubangan. Bukannya mengurangi kecepatan si pengemudi malah tertawa sambil terus menekan semakin keras pedal gas speed boot.
"Glodak..... glodaaaaak...." suara kapal memecah derasnya ombak yang semakin jauh meninggalakan tepian.
Hampir 4 jam perjalanan sekepal pulau nampak dikejauhan, semakin mendekat semakin membesar. Berbarengan terlihatnya pulau yang semakin membesar karena semakin dekat ketakjuban kami seakan tersentak. Air lautan semakin jernih, nampak sampai dasar, terlihat ikan-ikan berlarian, terlihat biota lautan yang menggeliat karena gerakan kapal yang semakin melambat.
Kami menangis haru, masih ada laut biru laut yang serasa perawan, laut yang masih bisa disaksikan ikan-ikan menari berkejaran. Luar biasa.... nikmat mana lagi yang mereka dustai......
Luar biasa.....
"Ayo cepat.... ayo cepat turun..... " suara teman-teman serasa tak sabar untuk berebut keluar dari kapal.
Pulau kecil yang sangat indah, ditumbuhi pohon kelapa dan pepohonan khas pantai. Pasir putih yang bersih, air laut yang jernih hingga dasar. Tampak pula rumah-rumah apung diatas pantai berjajar memanjang di setiap Dermaga. Sayapun segera berlarian tak mempedulikan barang bawaan. Terus jeprat-jepret menghalau kekaguman.
"Barang bawaannya di bawa sendiri-sendiri..... jangan ada yang ketinggalan...." kata salah satu pemimpin rombongan mengingatkan untuk segera berkemas menuju daratan.
Sangatlah beruntung kami diberi kesempatan untuk menikmati kehindahan alam pulau Derawan, pulau ciptaan Tuhan yang sudah mulai diusik oleh tangan-tangan jahil manusia.
Luar biasa kami dijadikan saksi tentang keagungan Tuhan yang entah sampai kapan bisa bertahan.
Pantai yang sangat cocok untuk pre weding atau berbulan madu. Pantai yang akan selalu menghasilkan poto yang luar biasa dari sudut bidik manapun. Benar-benar kami dimanjakan, dan dibuat enggan beranjak.
"Hati-hati ubur-ubur disini menyengat dan beracun, pakai alas kaki dan jangan terlalu ke tengah..." teriak pemandu ketika salah satu dari kami nekat berendam agak ke tengah.
"Air datang... air datang sebentar lagi tempat ini terendam, segara menuju ke tepian..." kata pemandu, dan kamipun menuju ke tepian menjauh dari air yang semakin merendam tempat kami berdiri.
Biota laut lainya bergoyang-gotyang diterjang gelombang, ikan-ikan cupang berlarian menghindari serangan. Sungguh pemandangan yang luar biasa yang sulit kami dapatkan di tempat lain.
Mereka menceritakan banyak orang luar pemilik kotek (pemilik resot, pemilik home stay) berlomba mebuat bangunan, berlomba membuat dermaga. Pulau ini sekarang mirip matahari yang memnacarkan sinar berupa dermaga-dermaga kayu yang menjang ke lautan tanpa ada pembatasan.
Tiap kotek mempunyai satu dermaga, bisa dibayangkan bagaimana jadinya pulau ini kedepan.
Cerita warga yang tinggal di tengah pulau ini seakan semakin terkurung oleh kotek-kotek dan dermaga yang seakan milik pribadi. Seperti halnya ketika saya berlarian mengejar tenggelamnya matahari untu saya poto, dan saya sengaja melewati dermaga yang berada agak jauh dari dermaga yang pertama kami lauli ketika bersandar.
"Mas mohon maaf... mas ndak nginap di kotek ini makan mas jangan melewati dermaga ini... mas sudah disediakan dermaga masing-masing...." kata petugas yang menjaga dermaga yang akan saya lewati.
Akhirnya saya kembali berputar arah menuju dermaga yang dimiliki oleh kotek tempat menginap.
Pembangunan kotek dan dermaga di Derawan ini terus berlangsung, saban hari para pekerja hilir mudik di tepian membuat tiang-tiang pancang dari kayu. Mereka diperkerjakan oleh investor yang akan membuat tempat penginapan baru.
Sedih rasanya, semakin hari semakin ramai namun keindahan dan keaslian pulau Derawan terus diusik. Sedih dan tak terasa peluh kami berceceran, sampai kapan pulau Derawan ini mampu bertahan.
Â
"Derawan, Sampai Kapan Kuat Bertahan"
Â
*) salam njepret
*) salam trutusan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H