Seorang guru mengutarakan keadaan dan harapan tentang pendidikan. Seorang mahasiswa mengutarakan keadaanya dan harapan terhadap masa depan setelah selesai kuliah.
Seorang TKI berbicara sambil menangis mencerikan kondisi ketenaga-kerjaan di luar negeri yang kurang perhatian. Seorang ekonom memberi masukan tentang pertumbuhan ekonomi buat negeri.
Seorang pekerja seni dari Bali mengungkapkan kegalauanya tentang situasi pariwisata di Bali yang terusik issue SARA.
Saya menyiapkan catatan kecil, tentang apa yang saban hari saya alami dan harapan kepada sang presiden dari apa yang saya utarakan. Saya menunggu giliran namun waktu sudah hampir menunjukan pukul 2 siang dan pertemuan harus segera diakhiri. Saya tidak kecewa belum sempat mendapat kesempatan.
“Saya sering membaca Kompasiana sering sampai jam 2 malam…” kata sang presiden.
“Tulisan anda membuat optimisme, tulisan anda ada rasa motivasi, meski tak sedikit yang berisi caci…..” kata sang presiden yang disambut gelak tawa.
“Tulis saja harapan dan cerita anda, yakinlah pasti nyapai istana…” janji sang presiden.
Seusai foto bersama dan salam-salaman pamitan sang presiden masih menyempatkan melayani para kompasianer yang meminta tanda tangan. Dengan sabar dan terus ngobrol sang presiden melayani tanda tangan sampai-sampai membuat uring-uringan para petugas paspampres.
“Dari mana?” kata sang presiden
“Ponorogo pak, hutan kayu putih yang presiden hadir waktu panen raya jagung…” jawab saya, sang presiden manggut-manggut dan terus melayani tanda tangan.
“Saya seorang perawat, kami mohon Jampersal di hidupkan lagi…” kata saya, sang presiden berhenti sejenak memberi tanda tangan.