Â
Penampilan dari kontingen Pasebanb PRPI Surabaya juga menarik. Mereka bersiap ditempatnya masing-masing dari tengah ketika lampu panggung masih mati, begitu lampu menyala mereka langsung bergerak dan menari sampak (rancak dengan tempo cepat) begitu pula gamelannya bertalu-talu dengan tempo cepat. Semua menari  dengan perannya masing-masing seakan memberi penghormatan kepada juri dan penonton. Penari warok mengambil posisi di tengah dan penari lainya menepi di pinggir panggung dan tetap menari dengan tempo pelan.
Penari jathilnya yang selalu saya amati, mereka cantik-cantik, perempuan yang dirias perempuan. Beda dengan kontingen Jakarta perempuan yang dibikin mirip lelaki. Rias wajah penari dari Surabaya ini mirip pemain Remo, model ikat kepala, batik jarik yang dipakai, dan asesoris yang dipakai penari.
Gerakan tariannya sama, cara menggerakan tangan serta posisi kuda-kudanya agak ke bawah (memendek) dengan bukaan kaki lebih lebar mirip dengan tari Remo pada pembukaan kesenian Ludruk, penonton disuguhi tarian sama dengan ciri khas berbeda, dan ini yang membuatnya menarik.
Penampilan dari kontingen Kalimantan Tengah Lamandau juga terkesan begitu, balutan seni budaya lokal terasa baik gerakan tarian maupun kostum yang dipakai. Lagi-lagi hal inilah yang ditunggu penonton, ciri khas daerah tempatnya tumbuh yang menjadikan keasyikan tersendiri.
Penampilan dari kontingen tuan rumah begitu-begitu saja dimulai dari tarian warok, tarian jathilan, tarian klono sewandono, tarian ganongan, dan tarian dadag merak. Rata-rata kontingen satu dengan satunya sama, baik jumlah penari, jumlah dadag merak, maupun waktu. Saya menyimpulkan begitu mungkin hampir setiap pekan melihat penampilan seni tari reyog di berbagai tempat di Ponorogo. Mungkin juga pakem (urutan, cara menari, gerakan) reyog sudah dibakukan di Ponorogo.
Tampilnya kontingen-kontingen dari luar Ponorogo tentunya bisa menjadi acuan sejauh mana reyog berkembang diluar Ponorogo, dan menjadi bahan perbandingan bagaimana reyog yang ada di Ponorogo dibanding dengan reyog yang berkembang di luar Ponorogo. Yang menjadi pertanyaan bolehkan bila perkembangannya sedikit berubah atau keluar dari pakem? Tentunya bukan kapasitas saya untuk menjawab, saya adalah bagian dari penikmat yang dari masa ke masa reyog terus mengalami perkembangan.
Mungkin hal inilah yang menjadi alasan Kabupaten mengadakan Festival Reyog Nasional, dan acara inipun didukung penuh oleh Propinsi Jawa Timur serta kementrian Pariwisata.