Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Reyog Bersinergi, Dengan Seni Budaya Di Tempatnya Berkembang

14 Oktober 2015   08:10 Diperbarui: 14 Oktober 2015   08:10 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Penampilan dari kontingen Pasebanb PRPI Surabaya juga menarik. Mereka bersiap ditempatnya masing-masing dari tengah ketika lampu panggung masih mati, begitu lampu menyala mereka langsung bergerak dan menari sampak (rancak dengan tempo cepat) begitu pula gamelannya bertalu-talu dengan tempo cepat. Semua menari  dengan perannya masing-masing seakan memberi penghormatan kepada juri dan penonton. Penari warok mengambil posisi di tengah dan penari lainya menepi di pinggir panggung dan tetap menari dengan tempo pelan.

Penari jathilnya yang selalu saya amati, mereka cantik-cantik, perempuan yang dirias perempuan. Beda dengan kontingen Jakarta perempuan yang dibikin mirip lelaki. Rias wajah penari dari Surabaya ini mirip pemain Remo, model ikat kepala, batik jarik yang dipakai, dan asesoris yang dipakai penari.

Gerakan tariannya sama, cara menggerakan tangan serta posisi kuda-kudanya agak ke bawah (memendek) dengan bukaan kaki lebih lebar mirip dengan tari Remo pada pembukaan kesenian Ludruk, penonton disuguhi tarian sama dengan ciri khas berbeda, dan ini yang membuatnya menarik.

Gamelannya sama, hanya ditambahi seperti saron mirip alat music di daerah pesisiran (daerah pantai). Pakaian para pengrawit (penabuh gamelan) berupa hitam-hitam seperti warok tetapi tertutup sampai atas, dan kain jarik dilipat dan dikalungkan di leher mirip pakain Basofinan (baju khas Surabaya yang dipopulerkan gubernur Basofi Sudirman). Kejutan yang diberikan tak berhenti sampai disitu, yel-yel dan lagu yang dibawakan bukan bahasa jawa seperti biasanya, lagu-lagunya dibawakan menggunakan bahasa Indonesia, lagu popular masa kini, dan lagu-lagu daerah lain seperti lagu apote, sambe rambe, angin mamiri. Diyanyikan seperti koor yang semakin terasa asyik.

Penampilan dari kontingen Kalimantan Tengah Lamandau juga terkesan begitu, balutan seni budaya lokal terasa baik gerakan tarian maupun kostum yang dipakai. Lagi-lagi hal inilah yang ditunggu penonton, ciri khas daerah tempatnya tumbuh yang menjadikan keasyikan tersendiri.

Penampilan dari kontingen tuan rumah begitu-begitu saja dimulai dari tarian warok, tarian jathilan, tarian klono sewandono, tarian ganongan, dan tarian dadag merak. Rata-rata kontingen satu dengan satunya sama, baik jumlah penari, jumlah dadag merak, maupun waktu. Saya menyimpulkan begitu mungkin hampir setiap pekan melihat penampilan seni tari reyog di berbagai tempat di Ponorogo. Mungkin juga pakem (urutan, cara menari, gerakan) reyog sudah dibakukan di Ponorogo.

Tampilnya kontingen-kontingen dari luar Ponorogo tentunya bisa menjadi acuan sejauh mana reyog berkembang diluar Ponorogo, dan menjadi bahan perbandingan bagaimana reyog yang ada di Ponorogo dibanding dengan reyog yang berkembang di luar Ponorogo. Yang menjadi pertanyaan bolehkan bila perkembangannya sedikit berubah atau keluar dari pakem? Tentunya bukan kapasitas saya untuk menjawab, saya adalah bagian dari penikmat yang dari masa ke masa reyog terus mengalami perkembangan.

Dari 40 group reyog yang mengikuti festival tingkat nasional ini 25 diantaranya adalah group dari luar Ponorogo, bahkan sebagian besar dari luar propinsi. Seni reyog begitu pesat berkembang di seantero nusantara bahkan sampai manca Negara. Sebagai salah buktinya beberapa tahun yang lalu ada kontingen dan Suriname yang mengikuti festival. Tentunya semua akan mengalami kesulitan bila ditanya kapan seni reyog masuk ke Suriname, kapan seni reyog masuk Malaysia, kapan seni reyog masuk Kalimantan, kapan seni reyog masuk Sulawesi, kapan seni reyog masuk ke Sumatra, dan lain sebagainya. Hal ini lah mungkin yang menjadi alasan negeri tetanga menge-klem seni reyog menjadi salah satu budaya negaranya. Seni reyog berkembang begitu pesat, lewat para perantau Ponorogo yang menyenangi seni reyog, dan tentu tiap personil pembawa seni ini (penyebar) mempunyai kemampuan serta ciri khas masing-masing, dan mungkin ini kleak yang akan membuat aliran-aliran seni reyog di berbagai tempat di tempat seni reyog tersebut dikembangkan. Mirip dengan aliran-aliran dalam keagamaan yang ada di berbagai tempat di Indonesia.

Mungkin hal inilah yang menjadi alasan Kabupaten mengadakan Festival Reyog Nasional, dan acara inipun didukung penuh oleh Propinsi Jawa Timur serta kementrian Pariwisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun