Ketika razia para centeng Belanda bertanya, "Meteng pirang wulan?"Â
Ada perempuan yang salah ngomong, "Meteng pitung mberuk tuan...."Â
Mendapat jawaban tersebut akhirnya perempuan-perempuan yang lewat dilucuti, dan ditemukan kopi yang dibungkus kain mirip orang yang hamil 7 bulan. Beruk adalah tempurung kelapa yang besar yang ukurannya setara dengan 1,5 liter. 7 beruk artinya 7x1,5 = 10,5 liter kopi.
Para perempuan tersebut dihajar oleh para pegawai Belanda sampai mengaku siapa yang mengajari, sehingga Raden Ayu Mantri (istri Raden Martopuro) ditangkap dan dihukum oleh para centeng Belanda. Raden Marto puro tidak terima istri dan warganya disakiti Belanda. Raden Martopuro ingin membalas mengajar para centeng tersebut namun dapat dicegah oleh para tetua.
Menjelang peringatan pergantian tahun (peringatan malam tahun baru) 31 Desember 1882 tuan asisten Residen Antonny Willem Viensem mengadakan peta pergantian tahun baru di pendopo, semua pegawai mulai berpangkat rendah sampai tinggi wajib menghadiri dengan berbaju Jawa beskap. Raden Martopuro-pun juga hadir.
Ketika pesta berakhir Raden Martopuro merayu kepada pegawai asisten untuk bisa menghadap tuan Asisten Residen, pesannya ia akan meminta maaf atas kejadian di gudang kopi Bungkal.Â
Ketika itu tuan Asisten Residen sudah berganti pakaian tidur namun begitu ia mau bertemu dengan Raden Martopuro di Pendopo (ruang pertemuan depan). Tuan asisten Residen kurang waspada ketika mengulurkan tangan akan bersalaman dengan cepat Raden Martopuro menghunuskan kerisnya ke perut tuan asisten Residen. Sehabis membunuh tuan asisten residen Raden Martopuro masih membunuh pengawal dan pegawai asisten lalu melarikan diri. Malam itu juga Ponorogo geger pegawai Belanda setingkat wakil gubernur dibunuh pribumi, tentara Belanda dari Madiun dikerahkan untuk menangkap Raden Martopuro. Karena tidak berhasil menagkap maka anak, istri, serta ibu Raden Martopura di tangkap dan dijebloskan ke penjara. Pemerintahan Belanda mengadakan sanyembara barang siapa yang bisa menagkap Raden Martopuro hidup atau mati akan diberi imbalan. Bupati Ponorogo kala itu juga bingung dan kena getahnya karena warganya ada yang berani membunuh pejabat tingi Belanda. Bupati Ponorogo kalau itu Raden Martonegoro mencari wangsit di makam Raden Katong dan mendapatkan petunuk bahwa hanya saudara seperguruannya yang tahu tempat dan kelemahan Raden Martpuro yang tak lain Nurkandam. Seperti  buah simala kama bagi Nurkandam, namun demi meyelamatkan anak, istri, dan ibu Martopuro ia merayu Raden Martopuro untuk menyerah. Akhirnya Raden martopuro menyerah dan dijatuhi hukuman mati. Malam menjelang hukuman mati Nurhandam menemui Raden Martopuro di penjara, dan pada waktu pertemuan tersebut Raden Martopuro mencabut keris Nurhandam dan menghujamkan ke perutnya (bunuh diri) sehinga bersimbah darah, akhirnya Nurhandam ditangkap dianggap yang membunuh Raden Martopuro. Mayat Raden Martopuro dikubur di dekat sampah belakang kantor asisten residen. Nurhandam paginya dihukum mati oleh Belanda didepan masyarakat dan mayatnya juga dikubur dibelakang kantor asisten residen. Rupanya Raden Martopuro hanya pingsan dan malam itu juga ia bisa berjalan merankak sampai perbatasan Kerosari-Mangunsuman yang disebut daerah Pelem Gurih, disitu Raden Martopuro sempat menceritakacerita yang sebenarnya n pada warga yang ditemuinya. Setelah selesai bercerita Raden Martopuro menghembuskan nafas yang terakhir kali dan dikuburkan oleh warga sekitar Pelem Gurih.
Kejadian kematian tuan Asisten Residen Belanda, Raden Martopuro dan Nurkandam diatas merupakan aib bagi Ponorogo siapa saja dilarang menceritakan. Â Belanda malu, pemerintahan Ponorogo juga malu, siapa saja yang kedapatan mempergunjingkan mendapat hukuman. Begitu juga kuburan Nurkhandam yang dibelakang kantor asisten residen tidak boleh dikunjungi siapa saja, dan dipagari oleh nanas hutan agar tidak bisa dimasuki, pencari rumputpun dihukum bila merumput di dearah tersebut. Banyak orang yang masih mengira kuburan raden Martopuro di dekan kuburan Nurkandam saudara seperguruannya. Oleh tuan Asisten Residen yang baru lokasi tersebut diberi kawat berduri dan diatas kuburan Nurkandam dibtanami pohon sono. Dan dipagari mirip gapura cina yang hanya bisa dilewati dari kantor asisten residen. Taman tersebut dinamakan taman Adiwarno namun masyarakat lebih sering menyebutnya Kebon Rojo sampai sekarang.
Banyak orang yang mengira kalau Nurkandam berkhianat pada Raden Martopuro dengan mengharap hadiah dari Belanda.
Setelah Indonesia merdeka kantor asisten residen dijadikan markas tentara. Atas gagasan kepala penerangan kabupaten Ponorogo Rasad Siswosanyoto tempat digunakan untuk mengubur prajurit atau tentara yang gugur pada jaman agresi dan peristiwa kurban PKI tahun 1948.Â