Mungkin maksut pemerintah baik, namun pada kenyataanya menjadi kemunduruan bagi penurunan angka kematian ibu dan anak.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/07/21/img-9346-55adac1c2cb0bd081ce4bf82.jpg?v=600&t=o?t=o&v=555)
Bahkan konon di kabupaten tertentu petugas perifer malah menjadi makelar (mafia) pasien, dimana mereka merujuk ke tempat tertentu dengan harapan imbalan tertentu dari rumah sakit atau fasilitas tersebut karena jasa rujukannya. Sementara rumah sakit pemerintah yang berfasilitas dan ketenagaannya lebih terasa sia-sia.
Banyaknya rumah sakit atau fasilitas kesehatan juga menjadi penyebab untuk berlomba-lomba untuk mendapakan pasien, apapun mereka lakukan agar kegiatanya bisa exsis berjalan. Tentunya ini tugas pemerintah untuk mengawasinya, banyak dari mereka yang berfasilitas seadanya dan tenaga seadanya (tidak mempunyai tenaga sendiri) tapi berani mendirikan rumah sakit, mungkin pembatasan tempat praktek untuk tenaga kesehatan di rumah sakit negeri agar optimalisasi pekerjaan bisa dimaksimalkan.
Dari sisi geografis, pegunungan dan terpencil seperti gambar diatas juga menjadi kendala dimana kecepatan dan ketepatan untuk menjangkau fasilitas kesehatan menjadi kendala. Jarak dan sulitnya medan menjadi tantangan tersendiri. Namun bisa diakali dengan antispasi cegah dini dari petugas perifer dengan memverifikasi mana yang tergolong resiko ringan, resiko tinggi ataupun yang tanpa resiko.
Semoga pemerintah lewat kementrian dan jaringan di bawahnya lebih arif untuk menyikapi hal ini, sehingga tujuan penurunan angka kematian ibu dan bayi segera terwujud sehingga indikator ini segara bisa dicapai. Dan rakyat bisa merasakan dampaknya, bahagia itu sederhana seperti kata penumpang pik-up dipoto atas.
Â
*) salam sehat
*) salam jalan-jalan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI