[caption id="attachment_364719" align="aligncenter" width="510" caption="Gapura makam Kyai Moh Besari dan Masjid Tegalsari mengalami perbaikan"][/caption]
Ponorogo, 06/05/2015
Suara sholawatan mengalun mendayu-dayu, suaranya saling bersaut-sautan mirip gending cokek-an dari Sragen atau sekilas seperti tembang pesisisiran pantai selatan. Namun begitu terdengar sangat merdu dan menyayat hati terasa damai meski kadang ada nada lengkingan. Solawatan itu selalu dilakuan menjelang waktu sholat wajib dan mengakhiri sholat sambil bersalam-salaman. Menurut pak Jalaludin salah satu pengelola hal itu dilakukan semenjak masjid Tegalsari ini didirikan. Menurutnya masjid ini dibangun pada abad 17 diprakarsai oleh Kyai Ageng Mohammad Besari, ini merupakan masjid ke 2 karena masjid pertama dipindah ke daerah Coper (masjid odotan yang insyaalloh dalam waktu dekat akan saya ceritakan). Masjid dan semua situs yang berada diarea ini dilindungi oleh dinas purbakala.
Sekitar 10-20 tahun yang lalu masjid ini masih sepi, sehabis isyak paling tinggal 3-5 orang, namun sekarang lonjakannya luar biasaya, sehari bisa mencapai 100-300 pengunjung. Terutama ketika malam Jumat pengunjung bisa 2 kali lipat, apalagi malam Jumat Kliwon bertepatan dengan haul-nya Kyai Ageng Mohammad Besari, jumplah pengunjung paling banyak ketika malam ganjil di bulan Ramadlon.
[caption id="attachment_364725" align="aligncenter" width="510" caption="tampak material dan tahap renovasi"]
Untuk mengantisipasi hal tersebut takmir masjid atas seijin dan pengawasan dinas kepurbakalaan melakukan perbaikan dan perluasan area parkir tanpa merubah bentuk aslinya. Tempat parkir kini bisa menampung lebih bus besar dan kendaraan lain. Pembangunan fasilitas MCK diperbanyak disisi selatan dekat parkiran, lahan-lahan orang berjualan ditertetipka di pinggir lahan parkir. Pembangunan sekretariat dan informasi, dan sekitar 3 bulan ini pintu gapura dirubah mirip ornamen Majapahit (seperti tampak pada gambar diatas) yang dulunya pintu besar yang selalu dikunci, namun dengan adanya gapura ini area makam buka 24 jam sehingga peziarah lebih mendapat kelonggaran. Area makam juga di keramik dan diberi peneduh agar pengunjung tidak kepanasan atau kehujanan.
Sebenarnya masjid ini sudah mengalami pemugaran jaman presiden Soeharto, namun pada tahun 1996 atap masjid yang tadinya dari genting dikembalikan lagi dari sirap (atap kayu yang berbentuk lembaran), jendela kaca dikembalikan lagi dalam bentuk jeruji berpintu seperti asalnya.
[caption id="attachment_364726" align="aligncenter" width="510" caption="batu nisan Kyai Ageng Mohammad Besari beserta Istri, merupakan makam utama"]
[caption id="attachment_364727" align="aligncenter" width="510" caption="batu nisan Kyai Mohammad Ilyas beserta istri, berada disisi barat makam utama"]
[caption id="attachment_364728" align="aligncenter" width="510" caption="makam Kyai Hasan Besari (Kyai Ageng Besari II) beserta istri, berada dibarat makam Kyai Ilyas"]
[caption id="attachment_364729" align="aligncenter" width="510" caption="makam Kyai Imam Subaweh, dipercaya berasal dari Bawehan"]
Dibarat masjid ada komplek makam, paling timur setono gedong yang dalamnya ada makam Kyai Ageng Mohammad Besari beserta istri merupakan makam utama, dan dibaratnya ada makam Kyai Mohammad Ilyas beserta istri, dibaratnya lagi makam Kyai Hasan Besari (yang dikenal dengan sebutan Kyai Ageng Besari II) beserta isrti, dan dibaratnya lagi makam Kyai Imam subaweh beserta istri, kayai Imam Subaweh ini berasal dari pulau Bawean. Dan dibawah makam utama makam pengikut dan santri. Sementara di komplek sebelah baratnya masih ada 2 petak lagi tempat pemakaman anak cucu lainya.
Sedangkan di luar kompleks makam ini masih ada kuburan umum, dan disitu ada makam adiknya Kyai Ageng Mohammad Besari yaitu Kyai Nursadiq, menurut cerita sebelum beliau meninggal minta dimakamkan di luar komlpek makam utama.
[caption id="attachment_364730" align="aligncenter" width="480" caption="Ndalem Ageng, rumah kediaman Kyai Ageng Mohammad Besari dibangun sekitar abad 17 sekarang masih kokoh berdiri"]
[caption id="attachment_364731" align="aligncenter" width="480" caption="langgar (mushola) dulu sering dipakai munajad Ronggo Warsito ketika beliau mondok di Tegalsari, berada di dekat Ndalem Ageng"]
Di sebelah timur masjid masih bisa kita temui Ndalem Ageng, rumah kediaman Kyai Ageng Mohammad Besari keadaannya masih kokoh dan terawat meski dibuat sekitar abad 17, masih dalam bentuk aslinya. Sementara di barat bangunan ini ada langgar kecil (mushola), menurut pak Jamaludin perawat rumah ini mushola ini sering digunakan Ronggo Warsito bermunajad ketika nyuwito (berguru) di Tegalsari ini. Didalam rumah ini masih tersimpan barang-barang pribadi beliau. Dan menurut cerita sering kali ketika diambil gambarnya sering gagal, seringkali stasiun tv melakukan liputan didalamnya namun melanggar apa yang orang situ hormati turun temurun.
[caption id="attachment_364733" align="aligncenter" width="510" caption="solawatan sebelum dan sesudah sholat wajib"]
[caption id="attachment_364737" align="aligncenter" width="510" caption="tiang-tiang masjid dari kayu jati mirip masjid keraton Surakarta"]
[caption id="attachment_364738" align="aligncenter" width="510" caption="bedug masjid masih asli"]
[caption id="attachment_364739" align="aligncenter" width="510" caption="masjid tampak depan"]
[caption id="attachment_364740" align="aligncenter" width="510" caption="batu lebar yang diyakini dulu sebagai tempat sholat Kyai Ageng Mohammad Besari"]
[caption id="attachment_364742" align="aligncenter" width="510" caption="pintu gerbang masji Tegalsari sebelah timur"]
Kita kembali ke masjid, tiang-tiang masjid dari pohon jati besar-besar mirip dengan masjid keraton Surakarta, karena sejarah masjid ini tidak bisa dipisahkan dengan keraton Surakarta. Menurut buku Babad Ponorogo Jilid V pada tahun 1742 Sinuwun Paku Buwono II mengungsi ke wilayah Ponorogo karena serangan pasukan kuning, dan beliau mendapat dorongan moril dan siraman rohani dari Kyai Ageng Besari. Dan pada tahun 1743 kerajaan Surakarta bisa direbut kembali, dan untuk membalas budi Kyai Ageng Besari diangkat menjadi bupati namun ditolaknya, karena lebih memilih menjadi ulama untuk terus mengajarkan agama, untuk itu Sinuwun memberikan Tegalsari sebagai daerah perdikan (bebas dari pajak). Dan cucu beliau Kyai Hasan Besari juga menikah dengan putri Sinuwun, dan anak turunya menjadi Bupati Ponorogo.
Di masjid ini masih bisa kita ketemukan bedug besar terbuat dari kayu jati, kayu jatinya masih asli hanya kulit lembunya yang sduah diganti karena sudah pernah jebol, kayu jati besar bahan beduk ini berasal dari hutan angker perbatasan antara Pulung dan Sooko daerah Sole Gunung Tukul, bagian bawah dipakai bedug masjid agung dan atasnya dipakai bedug ditegal sari ini. Dan sampai kini bekas tebangan jati tersebut masih bisa ditemui berubah menjadi belik (kolam), bekas kayu jati tersebut terus mengeluarkan air jenih yang terus mengalir sampai sekarang.
Di bagian depan masjid bisa ditemui batu besar persegi 2 buah, batu ini dipercaya sering dipakai sujud ketika Kyai Ageng Mohammad Besari sholat. Sampai kini orang banyak berebut untuk bermunajad diatas batu tersebut.
[caption id="attachment_364747" align="aligncenter" width="510" caption="mbah Sudjak (berbaju batik) juru kunci makam"]
[caption id="attachment_364744" align="aligncenter" width="510" caption="menjelang malam peziarah terus berdatangan"]
Menurut mbah Sudjak Mbah Ageng Besari dulu ahli ibadah, suka tirakat, jago solawatan,hingga sekarang di masjid ini orang banyak=banyak membaca solawa sebagai amalan, konon ketika beliau membaca solawat bisa terdengan sampai keraton Surakarta.
"Ngibadah kuwi yo ngibadah ora usah pengin reno-reno, niate yo ngibadah, masio awake dewe diwajibne nyenyuwun anaging kudu nggawe unggah ungguh karo Gustine, Gusti luwih ngerti opo sing dibutuhne umate, ngibadaho niat ngibadah ora usah njaluk reno-reno" begitu salah satu pesan dari beliau yang turun temurun menjadi cerita buat anak cucu.
"Ibarat omah sholat kuwi omahe, lan solawat iku isene omah" pesan mbah Sudjak seperti apa yang telah ia peroleh dari pendahulunya.
Dan semakin malam para peziarah semakin ramai, seringkali menjadi satu paket perjalanan wisata religi ketika berkunjung ke wali songo, para peziarah paling banyak menggunakan speda motor dan mobil, bus-bus wisata paling banyak dari rombongan Tulungagung, Trenggalek, Lumajang, Malang, Blitar, Kediri, Madura, Banyuwangi.
Luar Propinsi dari Jawa Tengah, Kalimantan, Sumatra. Kebanyakan dari anak cucu beliau dan para santri keturunan beliau.
Untuk mencapai tempat ini sesampai kota Ponorogo ambil jurusan Jetis dan tanya Tegalsari insyaalloh banyak yang tahu dan menunjukan jalan kesini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H