Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Hari Ibu] Ginah ....

21 Desember 2011   12:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Seberapa besar dosa emakmu, dia tetap emakmu yang  telah mati-matian bertahan hidup untukmu dan anakmu, semua bisa bersalah begitu dulu ketika kamu hamil sewaktu masih sekolah, emakmupun awalnya nggak bisa menerima keadaanmu, dan kamu sendiri tahu diruang tamu ini pula aku merayu emakmu untuk memaafkanmu, dan kini giliranmu yang memaafkan emakmu…….”

Ginah

Namanya singkat dan padat, perempuan desa yang tak kenal huru-hara gemerlapnya teknologi, perempuan sederhana yang terpuruk karena suasana.

Keluarganya hancur setelah suaminya meninggalkanya dengan membawa kabur istri tetangga di 16-tahun yang lalu. Dengan beban seorang putri hasil dari perkawinannya yang kini telah menginjak usia 16-tahun pula.

Di usianya yang baru 35-tahun Ginah harus berjuang mati-matian untuk menghidupi putrinya yang kebetulan satu setengah tahun yang lalu hamil di luar nikah dengan teman SMA sekelasnya, dan sekarang putrinya terpaksa dinikahkan di usia muda, meski belum cukup umur lewat sidang di Pengadilan bisa mendapatkan dispensasi surat nikah. Bertambahnya anggota keluarga dari seorang putri, seorang menantu, kini Ginah kebebanan mengasuh cucunya yang kini berumur 5 bulan. Sedangkan putrinya bekerja di salah konveksi di dekat pasar Songgolangit. Sedangkan menantunya membuka konter hape dan jualan pulsa elektronik.

Pagi tadi sekitar jam 3 bagi rumah saya digedor-gedor orang, dan setelah saya buka ternyata tidak lain Nanik anaknya Ginah, Nanik sudah begitu akrab dengan saya karena 5 bulanan yang lalu melahirkan di klinik saya.

Sebagai seorang bidan di desa, saya harus siap 24 jam sesuai janji saya ketika dilantik jadi bidan dulu.

"Bu.... Emak saya perutnya mules dan berdarah-darah dari jalan lahirnya.." kata Nanik didepan pintu ketika pintu baru saja saya buka.

"Ya.. Ya.. Kamu pulang dulu, saya segera kesana, hati-hati jalan masih gelap jangan ngebut..." jawab saya dan langsung mengambil tas istrument yang selalu saya siapkan untuk menjaga keadaan emergensi.

Jalanan masih gelap karena adzan subuh belum terdengar, dingin menusuk tulang dan kelupaan tidak pakai jaket.

Sesampai di rumah Ginah saya langsung menuju kamarnya, gelap kumal dan bau pengap, ada anak umur 5 bulanan di samping Ginah tidur, sementara seprei dan selimut serta sarung dan bantal berserakan di tempat tidur yang terbuat dari papan kayu yang dilapisi kasur yang telah merodol isinya.

Mata Ginah menatap saya tajam sekali, lalu menunduk dan air matanya menetes tanpa disertai suara.

Saya mendongak ke arah sela kedua selangkangnya yang berusaha ditutupinya dengan sarung kumal.

"Ssst....." sambil saya memberi isyarat untuk diam, lalu saya mendekat dan saya telah mengerti apa yang telah terjadi pada Ginah.

[caption id="attachment_150400" align="aligncenter" width="504" caption="Bayi Ginah"][/caption]

Segera saya jepit memakai 2 klem di tali pusat bayi lalu saya potong, dan saya jepit tali pusat dengan jepitan tali pusat otomatis. Dan segera saya usap muka bayi dengan doek steril untuk membersihkan jalan nafasnya. Lalu saya bungkus dengan kain seadanya untuk menghindari kedinginan. Dan segera saya tarik pelan sisa tali pusat yang bermuara pada vagina, dan tangan kiri memegang bagian fundus uteri dan sekaligus melakukan masage agar plasenta segera lepas, dan setelah lepas saya bereskan kamar tidurnya, begitu juga bayi Ginah saya dekatnya saya sejajarkan dengan cucunya yang mungkin lahir selang 3-4 bulanan.

Ginah masih diam dan terus memandangi saya,sayapun tak peduli dan terus mengerjakan apa yang harus kerjakan, sementara Nanik putrinya sibuk di dapur menyiapkan minum buat saya.

Ginah diam, sayapun diam.

Dan suara adzan subuh berkumandang, saya mendekat pada Ginah.

"Aku pulang dulu, jangan macem-macem pada bayimu...." ucap saya bermaksud pamitan sambil mengancam takut kalau bayinya diapa-apain.

Namun belum sempat beranjak Ginah menari tangan saya dan merangkul lutut saya sembari berkata, "Mbak aku bingung harus bagaimana, dan bayi ini mau aku apakan..... aku bingung........"

Ginah terus menagis terisak, sayapun bingung mau apa, sementara sebentar lagi terang benderang semua orang akan tahu apa yang terjadi di rumah Ginah, dan apa kata tetangga kalau mengetahui kalau Ginah melahirkan bayi tanpa suami.

"Maumu gimana? aku nurut.... mbok menowo bisa bantu....." hibur saya lihat Ginah mengiba.

"Carikan Ibu buat bayi saya, tolong bantu saya mbak......" lanjut Ginah.

Sambil garuk-garuk kepala saya cari solusi, "Begini saja coba nanti segera saya hubungi teman saya, kalau mungkin mau mengasuh bayimu, aku tak pulang dulu, subuhan dulu, bentar lagi tak kesini lagi...."

"Tolong kasih tahu pada Nanik ya mbak, aku nggak tega...." pinta Ginah.

"Baiklah, aku tak pulang dulu, Nanik tak ajak ke rumahku dulu biar ndak bikin gempar..." langsung saya keluar dari kamar Ginah.

"Nik.... ayo ikut ke rumahku ngambil obat buat emakmu...." ajak saya pada Nanik supaya mau ke rumah saya untuk saya kasih penjelasan.

Sesampai dirumah segera saya mengambil wudlu, begitu pula Nanik langsung saya suruh ke belakang menuju kamar mandi belakang dan langsung ke mushola yang berada tidak jauh dari kamar mandi.

Setelah selesai sholat subuh Nanik saya panggil ke ruang tamu, dan saya jelaskan apa yang terjadi pada emaknya, Nanik langsung pingsan, dan beberapa waktu kemudian dia siuman.

"Seberapa besar dosa emakmu, dia tetap emakmu yang  telah mati-matian bertahan hidup untukmu dan anakmu, semua bisa bersalah begitu dulu ketika kamu hamil sewaktu masih sekolah, emakmupun awalnya ngga bisa menerima keadaanmu, dan kamu sendiri tahu diruang tamu ini pula aku merayu emakmu untuk memaafkanmu, dan kini giliranmu yang memaafkan emakmu......." mulut saya terus mengeluarkan kata-kata ini sambil mengelus rambutnya Nanik, dan Nanikpun terus sesenggukan.

"Ya sudah kamu di sini dulu, tenangkan hatimu, nanti nggak usah kerja, sms saja pada temanmu biar di pamitkan, aku tak kembali ke rumahmu lihat emakmu....." bujuk saya dan Nanik masih terisak sambil mengangguk pertanda setuju apa yang saya utarakan.

"O... Ya.. nggak usah bilang pada siapa-siapa dulu masalah ini, cukup kita bertiga yang tahu....." sambil mata saya mendelik tajam pada Nanik berharap sangat.

Segera saya pergi ke dapur mengambil makanan dan bahan makanan yang bisa saya bawa ke rumahnya Ginah, sembari mengeluarkan mobil dari garasi  saya suruh Nanik menyapu dalam rumah supaya pikirannya tidak semakin kalut, biar bisa melipur hatinya.

Sesampai di rumah Ginah saya langsung membuka pintu ruang tamu dan menutupnya kembali dan segera menuju kamarnya.

"Ini makan dulu seadanya, segera berlatih duduk ya biar cepet pulih tenagamu...." sambil mnyodorkan nasi dalam rantang yang sudah saya kasih lauk seadannya dari rumah tadi.

"Nanik biar tenang dulu di rumahku pagi ini, dan suaminya Nanik kemana kok nggak kelihatan?" tanya saya seakan memebrondong bagai peluru.

Gina semakin terisak ketika saya bertanya begitu, "Ada apa kok malah menangis? sudah diam nanti terdengar tetangga malah semua tahu nanti...." hibur saya.

"Dia pergi seminggu yang lalu setelah tahu saya hamil mbak......" jawab Ginah sambil terus terisak.

Serasa disambar petir, saya langsung terhuyung hampir jatuh mendengar apa yang barusan dikatakan Ginah, untung aku masih bersandar pada triplek pembatas kamar tidur.

"Gila...... kamu Ginah....." umpat saya, namun Ginah hanya geleng-geleng kepala.

Kepala saya jadi pusing, jawaban apa yang harus saya berikan pada Nanik puteri Ginah...

"Begini saja mbak, bawa bayi saya ..... carikan ibu yang lebih baik dari saya .... pokok saya nurut saja yang terbaik ...." pinta Ginah memelas.

Saya bingung takut salah atas apa yang akan saya lakukan, menolong salah nggak menolong tambah salah.

Akhirnya saya ambil secarik kertas informent consern yang ada dalam tas istrument, saya suruh menandatangani persetujuan atas segala tindakan yang barusan dan yang akan saya lakukan. Dan Ginahpun menandatanganinya.

Entahlah salah atau benar urusan belakang, keadaan benar-benar darurat.

"Ya Alloh mugi-mugi tindakan ingkang kulo tindaken saget ngepasi wonten margi panjenengan....." desah saya dalam hati.

Segera saya pulang membawa bayi Ginah untuk saya bawa ke rumah saya dulu, dan anaknya Nanik tetap disampingnya Ginah.

"Nanti saya kabari, diam jangan panik........ ya....."sambil saya sehera menuju mobil dan menaruh bayinya Ginah di jok depan samping saya mengemudi.

Sesampai di rumah Nanik segera menghampiri saya, dan saya jelaskan apa permintaann emaknya terhadap bayi yang ada dalam gendongan saya yang tak lain adiknya sendiri, dan tak bukan anak dari suaminya, Oh Tuhan ....

"Sudah Nik kamu pulang dulu, temani emakmu dan kasihan anakmu, jangan tanya macem-macem dulu pada emakmu dia masih tertekan, biar nanti pada saatnya dia sendiri yang cerita.

Segera Nanik pulang diantar dibonceng  Agus [anak asuh saya] untuk pulang kerumah.

Masih ada persoalan yang harus saya kerjakan hari ini juga, mencarikan Ibu dan orang tua buat bayinya Ginah.

Oh.... maafkan aku Ginah, Maafkan aku Nanik ....... atas ketidak tepatan tindakan yang saya ambil....

"Selamat hari Ibu : Ginah............"

"Selamat Hari Ibu : Nanik..........."

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju ke akun: Cinta Fiksi ( berikut Linknya Cinta Fiksi )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun