Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Negeri 5 Menara

7 Agustus 2011   02:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita itu diambil dari novel karya Ahmad Fuadi,

Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Gontor yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka adalah:

  1. Alif Fikri Chaniago dari Maninjau
  2. Raja Lubis dari Medan
  3. Said Jufri dari Surabaya
  4. Dulmajid dari Sumenep
  5. Atang dari Bandung
  6. Baso Salahuddin dari Gowa

Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 sampai kelas 6. Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama yaitu duduk dibawah menara pondok madani. Dari kegemaran yang sama mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara. Alif lahir di pinggir danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburubuah durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain sepak bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru danau Maninjau. Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatra dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok  Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie .Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya, belajar di pondok. Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dia terheran-heran mendengar komentator sepak bola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.

Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Rajadari Medan Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep,Atang dari bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

Sumber; wikipedia

[Telkomsel Ramadhanku]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun