[caption id="attachment_322535" align="aligncenter" width="540" caption="Mbah Paijah pedagang kembang di pasar besar kota Salatiga"][/caption]
Dinginnya Salatiga terasa sampai tulang, meski matahari enggan untuk semburat para pedagang sayur dan pekerja di pasar besar Kota Salatiga sudah hilir mudik tanpa merisaukan dinginya udara, mungkin ia sudah terbiasa.
Meski berkali-kali mengunjungi salatiga, namun baru kali ini keluar di pagi hari untuk keliling kota untuk melihat-lihat. Tujuan saya meengunjungi pasar tradisional karena pasar Salatiga meski sudah dibangun dengan megah dan bersih namun para penjualnya masih unik dan mengusik untuk saya dekati.
[caption id="attachment_322740" align="aligncenter" width="540" caption="mawar buat ke kuburan"]
Jumat pagi itu saya penasaran dengan bunga mawar berhamparan sepanjang jalan anatar pasar utara dan selatan, bunga-bunga dibiarkan begitu saja ditaruh di bawah dialasi karung bekas beras, tampak para penjual sudah nenek-nenek. Dengan ramahnya mereka menawarkan bunga, "Ngersakne sekar mas....? kata perempuan tua yang saya hampiri, dengan menggeleng saya menjawab, "Matur suwun mbah mboten, kulo tiyang tebih, meniko sekar kagem nopo kok kathah sanget?"
"Sekar kagem nyekar, ngirim luhur mas, mase daleme pundi?" si simbah yang belakangan bernama Paijah itu menjawab disertai pertayaan halus yang semanak.
"Kulo Jawa Timur, niki pas liwat mriki nggumun kok sekar mawar kathah sanget, lajeng kulo tangklet meniko mbah" jawab saya sambil mengamati hamparan mawar putih yang ada di hadapan saya.
"Tiyang Solotigo yen malem atawi dinten Jemuah sami ngirim luhure, ndongakne luhure sing wis mati ben teng akherat saget ayem lan adem..." Mbah Painah menjelaskan.
"Yen moro dateng kuburan lan kathung-kathung nggowo kembang rasane luwih marem mas, yen gak anak putu sopo maneh sing arep ndongakne mbah mbahe, eklas kanthi ngarep ngarep pangapurane Pangeran mas... iklaas..." tambahnya lagi.
[caption id="attachment_322739" align="aligncenter" width="540" caption="beda bunga beda gunanya"]
"Mbah yen kembang sing ditumbas mase sing numpak motor niku kok sae dowo dowo mbah, niku nggih damel nyekar mbah?" tanya saya pada simbah sambil menunjuk anak muda yang baru membeli bunga yang dibungkus dengan kertas koran yang kebetulan beberapa meter dari saya dan simbah ngomong-ngomong.
"Kalau mas e itu buat pacarnya, dia nggak iklas dia memberi bunga dengan mengharap dicintai oleh pacarnya, kalau ndak gitu bunga itu untuk merayu mas" jawab cucu nenek yang bantu bantu bersihkan mawar.
"Wakakakakakaka......... ngaten nggih" saya terbahak mendengar penjelasan cucu mbak Paijah.
"Injih mas.... kalau nyekar ke leluhur itu ndak mengharap apa-apa dari orang yang dibawakan kembang, malah mendoakan buat yang dibawakan, ini bener bener ikhlas, beda dengan mase itu, dia bawakan buat pacarnya, dia purih, dia punya tujuan dari yang dibawakan...." timpal tukang becak yang berada deket nenek Paijah sambil nongkrong di becaknya.
[caption id="attachment_322741" align="aligncenter" width="540" caption="akrab, tukang becak Salatiga"]
"Matur nuwun mbah sampun dijelasne, sepuntene kulo tak tumbas anggrek e mawon sing wonten plastik polybak niku mawon pintenan?" sambil memilah milah bakalan anggrek bulan yang berada di bawah lapak si nenek.
"Borong mawon sedoyo, papat niku 30 ewu pas gak nawakne, yen gak sing tuku nggantheng gak bakalan tak wenehne" jawab si mbah Paijah sambil senyam senyum karena kamera saya terus ceprat-cepret.
[caption id="attachment_322742" align="aligncenter" width="540" caption="Salatiga pagi yang dingin, pedagang bunga berjaket tebal"]
[caption id="attachment_322743" align="aligncenter" width="540" caption="keramahan mereka ajarkan keiklasan"]
*) Bahasa campuran Jawa dan bahasa Indonesia karena mbah Paijah tidak bisa pakai bahasa Indonesia
*) Salam Njepret, salam Kampret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H