Ponorogo (25092014)
Matahari baru saja muncul dari timur  di balik celah-celah rumpun bambu, waktupun sudah menunjukan pukul 7-an pagi, namun bagi Sy, Pra, Swn, dan Imm adalah waktu dimana mereka sebentar lagi untuk naik ke daratan dan menuai hasil setrumannya sedari subuh tadi.
Sepanjang sungai antara Paju sampai bawah jembatan Manca'an telah mereka susuri, secara berkelompok mereka berempat berangkat dan pulang bersama-sama, meski begitu hasil tangkapan berdasarkan perolehan masing-masing.
Aliran sungai yang kecil, dan aroma sampah di musim kering ini membuat hasil tangkapan turun drastis, selain karena sudah seringnya disetrum mungkin ikan-ikan sudah mulai menipis.
Menurut Swn ikan-ikan ini berasal dari gunung yang terbawa aliran sungai, karena ikan daerah tempatnya bekerja kali ini nyaris habis karena hampir tiap hari di setrum dan dipancingi.
Ketika ditanya tempat menyetrum selain di tempat ini  Imm sambil menggeleng, "Sekarang sulit mas, di daerah selatan dan timur  sudah tidak boleh disetrum lagi oleh penduduk sana..."
Ketika saya tanya apakah mereka mengetahui bila dengan disetrum ikan akan mati sampai telur-telurnya mas Pra menjawab, "Kami butuh makan, dan ikan setiap hari akan datang terbawa air ke arah sini..."
"Pernah ada yang melarang mas?" tanya saya.
"Sudah mulai tahun 80-an dia menyetrum ikan didaerah ini belum ada yang melarang, meski isue di tv dilarang, toh itu hanya di tv..." jawabnya enteng.
Selain musim kemarau penyebab habisnya ikan karena truk tangki pembuang tinja hampir tiap hari 3-5 kali membuang tinja hasil sedotan di sungai ini, jadi tidak mengherankan kalau sungai ini benar-benar bau dan hitam.