[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="matahari benar-benar tenggelam, terlambat sedikit impian meninkmati tenggelamnya matahari sirna"]
[caption id="attachment_333083" align="aligncenter" width="600" caption="langit biru lembayung, dalam waktu singkat langit berubah-rubah warna bersamaan tenggelamnya matahari"]
Hari semakin petang, dalam perhitungan pasti tidak bisa mendapat pemandangan matahari tenggelam kalau terus menumpang shuttle bus ini.
"Maaf Bli.. saya kebelet pipis......" saya pun langsung anjlog turun dari shuttle bus yang merayap di macetnya jalanan Pantai Kuta.
Sambil berlarian saya mengambil arah pantai, meski matahari sudah terbenam namun semburat merat masih dengan gagahnya menghiasi langit pantai Kuta.
Lagi-lagi pantai Kuta dipenuhi orang, dan saya harus pandai-pandai menjepret agar tidak mengenai banyak orang, lalu lalang orang yang lewat menjadi tantangan tersendiri, dan banyak frame yang 'bocor' menjepret asal jepret.
[caption id="attachment_333087" align="aligncenter" width="600" caption="kubangan air karya garukan kaki saya, maksut hati bikin fourground biar tidak terlalu polos"]
Terlalu dibelakang banyak orang lalu lalang, dan terlalu maju terlalu polos, akhirnya kaki saya kreatif menggaruk-garuk pasir membuat kubangan bikin semacam fourgoround supaya photo tidak terlalu polos, karena menurut temannya saya yang jago landscape element tersebut harus ada. Dan saya yakin bila ada debuaran air ombak kubangan tersebut akan rata kembali, jadi tidak merusak pantai.
[caption id="attachment_333086" align="aligncenter" width="600" caption="lega.... ketemu kampretos di pantai Kuta"]
Puas rasanya, dengan perjuangan yang panjang akhirnya saya bisa menikmati tenggelamnya matahari di pantai Kuta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H