Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Reyog Obyok

10 Februari 2015   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:29 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_350183" align="aligncenter" width="490" caption="Reyog obyok, interaksi langsung antara penari dan penonton, reyog jalanan berhenti di tiap perempatan atau tempat yang lebih lapang"][/caption]

Ponorogo, 10/02/2015

Sebenarnya tidak ada beda yang signifikan antara reyog panggung dan reyog obyok, hanya soal tempat dan keperluan saja yang membedakan. Reyog obyok tampil mengelilingi kampung, penari dan dadag merak berada didepan diikuti penabuh gamelan dan penonton. Berikut ini cerita reyog obyok yang saya jepret bersamaan dengan hari ulang tahun "Kerkopan dan Sanggar tari langen Kusumo" kemarin,

Ada yang menarik pada reyog obyog, dimana ada interaksi langsung antara penari, penabuh gamelan dan penonton. Penonton langsung bergabung mengikuti perjalanan rombongan reyog, semakin jauh perjalanan akan semakin banyak penonton yang bergabung untuk ikut berjalan. Begitu mendengar suara gamelan orang oarang akan keluar rumah dan menunggu rombongan sampai di depan rumahnya, dan begitu sampai mereka segera ikut bergabung berjalan dibelakangnya, dan begitu seterusnya. Dan rombongan akan berhenti di perempatan atau pertigaan yang lebih lapang ataupun di halaman rumah masyarakat yang bisa menampung orang banyak. begitu rombongan berhenti mereka tanpa dikomando akan membuat lingkaran, paling depan depan duduk dan yang belakang berdiri.


[caption id="attachment_350321" align="aligncenter" width="490" caption="Penari berjalan paling depan diiringi gamelan, dan penonton mengikuti dibelakangnya, semakin jauh semakin banyak penonton yang bergabung"]

1423534356471337942
1423534356471337942
[/caption]

[caption id="attachment_350319" align="aligncenter" width="490" caption="penabuh gamelan dan penonton mengikuti dibelakang"]

1423534206193672680
1423534206193672680
[/caption]

Penonton yang rata-rata berdarah seni akan segera bergabung dan bergantian membantu menabuh gamelan dan memikul gamelan, begitu juga ada yang menggatikan pembarong menari. Dengan kepala tertutup kepala macan orang tidak bakalan tahu siapa ya menari. Dan itu sudah lazim sudah dari jaman dulu.

Bagi orang yang mampu dan mempunyai halaman luas yang dilewati sering menyediakan makanan jajanan dan minuman, dan rombongan akan berhenti dan singgah untu tampil dihalamannya. Makanan dan minuman bukan khusus buat rombongan reyog namun untuk penonton juga. Karena batas atau beda penonton dan penari sangat tipis, mereka berbaur dan saling mengisi.

[caption id="attachment_350323" align="aligncenter" width="490" caption="iringan-iringan dadag merak berjalan paling belakang"]

14235348841335461762
14235348841335461762
[/caption]

[caption id="attachment_350324" align="aligncenter" width="490" caption="penabuh gamelan berbaur dengan penonton yang mengikutinya"]

14235350021922326102
14235350021922326102
[/caption]

Acara kemarin diprakarsai oleh komunitas 'Kerkopan' dan Sanggar seni Langen Kusumo, ada 2 versi Kerkopan adalah singkatan dari Kertosari Cokromenggalan dan Patihan Wetan, karena sanggar atau komunitas itu berada pada perbatasan 3 kelurahan tersebut. Namun menurut mas Pranoto panitia seni kemarin, Kerkopan berasal dari bahasa Belanda Kerkhoff (pekuburan) karena di dekat sanggar tersebut ada pekuburan jaman Belanda. Dan sudah jamak tempat itu disebut dengan Kekopan atau Jaratan Londo.

Acara dimulai dari perempatan Pasar Pon Kota Lama menuju ke arah jalan Bathoro Katong melewati kelurahan Patihan Wetan, Mangunsuman, Kertosari, dan Cokromenggalan yang berkahir di dekat sanggar Langen Kusumo Kerkopan.

[caption id="attachment_350325" align="aligncenter" width="490" caption="Tari warok pembuka tampilan di setiap pemberhentian"]

1423535075667853211
1423535075667853211
[/caption]

[caption id="attachment_350326" align="aligncenter" width="490" caption="warok, klono sewandono, jathilan, bujang ganong, dan ganongan"]

1423535157213610471
1423535157213610471
[/caption]

[caption id="attachment_350329" align="aligncenter" width="490" caption="penari jathilan, tanpa alas kaki meski di aspal panas"]

1423535249691969884
1423535249691969884
[/caption]

[caption id="attachment_350334" align="aligncenter" width="490" caption="Dadag merak mengakiri penampilan"]

14235356971589959295
14235356971589959295
[/caption]

[caption id="attachment_350330" align="aligncenter" width="490" caption="Klono sewandono, mendamaikan ke dua harimau yang berkelai"]

1423535377602058595
1423535377602058595
[/caption]

Penampilan reyog obyog ini merupakan cikal bakal seni reyog sebelum reyog panggung seperti sekarang ini, karena reyog panggung dimulai ketika ada festival beberapa tahun lalu, di daerah atau dikampung-kampung reyog obyog sangat dominan, lebih simple dan lebih sedikit biaya, karena tidak butuh set panggung, soud system dan lampu lampu panggung. untuk satu set penampilan hanya diperlukan 2-4 juta rupiah, itupun kalau ada permintaan dari orang yang punya hajat, kalau bertepatan dengan perayaan agustusan atau hari besar lainya suka rela dari kelompok seni itu sendiri, asal bisa tampil dan menghibur mereka tak mematok bayaran.

[caption id="attachment_350333" align="aligncenter" width="490" caption="semua usia, reyog digemari tua dan muda"]

1423535557276076775
1423535557276076775
[/caption]

Reyog obyok biasanya ditampilakan pada siang hari, acara berakhir setelah rute terakhir yang direncanakan sudah terlewati. Dan tampil lengkap mulai dari tari warok, jathilan, bujang ganong, klono sewandono dan dadag merak.

Setelah berakhir penari, gamelan, dan retyog dadag dinaikan truk, sementara para penontong akan berjalan lagi menuju rumah masih-masing.

Demikian reportase tentang reyog obyog kali ini. Dan Untuk melihat reportase teman-teman Kampret lainya buka kampretjebul

*) Salam Njepret
*) Salam Kampret
*) Salam Budaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun