Selawat Nabi
Membaca selawat untuk Nabi dan keluarga merupakan kegiatan yang dilakukan mayoritas umat Nabi di pelosok dunia. Ragam selawat "bersahutan" terdengar dengan jenis dan  masing-masing. Terlebih di Indonesia yang mayoritas kaum nahdhiyin. Berselawat bagi mereka adalah bagian penting dari setiap acara keagamaan atau lainnya.
Tak ada yang salah dari selawat. Ada anjuran bahkan perintah untuk membacanya. Namun, kini selawat dijadikan semacam "mantra" bagi sebagian orang untuk mendapatkan sesuatu yang bersifat duniawi. Semua kebutuhan seolah bisa diselesaikan dengan selawat. Ada jumlah tertentu, dari puluhan, ratusan bahkan ribuan kali selawat tersebut harus dibaca agar segera hajatnya dikabul.
Menurut sebagian kiai atau ulama, memang fungsi selawat untuk keperluan di atas. Hal tersebut ia dasarkan pada sabda Nabi yang memerintahkan untuk memperbanyak selawat jika berada dalam kondisi sempit, kekurangan dan kesusahan. Pendapat ini yang paling banyak diikuti umat, karena hanya dengan membaca selawat segala hajat (baca: kebutuhan) yang dimohonkan bakal terwujud. Sangat efisien dan efektif menghadapi segala problematika dengan membaca selawat.
Menurut ulama lain, selawat berfungsi jauh lebih dari sekedar meminta hajat duniawi. Selawat dibaca dalam rangka mendoakan Nabi dan keluarga agar selalu dalam rida dan rahmat Allah swt. Mendoakan Nabi merupakan bagian dari cara agar kita, sebagai umatnya, juga mendapatkan syafaat di hari perhitungan.
Nabi begitu sayang terhadap umatnya. Saking sayangnya, dalam satu riwayat dikisahkan setelah Nabi didatangi malaikat dan berbincang dengannya, ada umat Nabi yang menempati satu jenis neraka. Nabi langsung murung, beliau sangat sedih, tak mau ditemui dan diajak bicara oleh para sahabatnya selama 3 hari.
Beliau baru mau ditemui dan menjawab alasan kenapa menyendiri setelah didatangi putri kesayangannya, Fatimah. Alasan spesifik, ternyata Nabi tak ingin ada umatnya yang masuk neraka. Membaca selawat untuk Nabi adalah salah satu cara agar kelak mendapatkan "remisi" langsung dari kanjeng Nabi. Â Â
Ada bentuk lain yang lebih dahsyat dalam mencintai Nabi selain membaca ribuan hingga jutaan kali selawat adalah dengan mengikuti ucapan, tindak tanduk juga perilaku Nabi yang termaktub dalam sunahnya (ittiba'). Di lapangan kadang perilaku umat terlihat paradoksal, apakah mereka sedang mencintai Nabi atau justru sedang "mengerdilkannya" ketika selawat dipakai untuk hal-hal tertentu yang jauh dari prosedur sunahnya (taqlid ). Wallahu a'lamu bi al-shawwab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H