Mohon tunggu...
Iip Rifai
Iip Rifai Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Penulis Buku PERSOALAN KITA BELUM SELESAI!, 2021 | Pernah Belajar @Jurusan Islamic Philosophy ICAS-Paramadina, 2007 dan SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Milad Ke-85 Buya Syafi'i Ma'arif

5 Juni 2020   18:51 Diperbarui: 5 Juni 2020   18:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumentasi Pribadi @Kedai Kopi Om Bewok, Depan MAN 1 Cikulur, Kota Serang

Dalam kancahnya, beliau juga pernah menjadi Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP), sebuah forum bagi tokoh-tokoh lintas agama dunia. Organisasi ini mempromosikan agama sebagai instrumen perdamaian dan antikekerasan yang bermarkas di New York. Hal itu tak lepas dari sosoknya sebagai cendekiawan muslim yang pluralis dan sangat mementingkan nilai-nilai moral dalam beragama. Hingga saat ini, ia senantiasa dipandang sebagai tokoh bangsa yang sangat tegas mengawal gerakan moral dan kemanusiaan.

Pahlawan Akal Sehat 

Saat itu jutaan orang Indonesia, bahkan lebih, tengah disibukkan memproduksi argumentasi untuk melawan logika rival kelompoknya. Saling sindir, serang, dan tuduh menjadi tontonan sehari-hari seolah anyir darah menjijikkan mengepung jejaring sosial.

Kalimat-kalimat yang keluar dari setiap mulut waktu itu, yang kemudian direpresentasikan dalam goresan tangan, tak lagi mencerminkan bahwa kita adalah satu bangsa, yang senasib sepenanggungan. “Yang berbeda denganku adalah musuh yang harus dihabisi, jika tidak, ia akan menghabisiku.” Demikian kesimpulan sederhananya.

Mencurigai atau dicurigai, mengancam atau diancam, melempar atau akan dilempar. Bangsa ini, tak mampu (lagi) merumuskan persoalan dan tak mampu menundukkannya dalam tempat yang benar. Kondisi demikian, menurut Alexander Aur Apelaby (2016) dapat menyebabkan neurosis kolektif yakni sakit jiwa massal.

Penyebabnya, tak lain, adalah tokoh utama yang sedang naik daun waktu itu, ia menjadi man of the match di media massa. Wartanya sampai ke negeri tetangga bahkan dunia. Dialah, Basuki Tjahaya Purnama, yang biasa disapa Ahok.

Hanya karena ulah mulutnya yang tak bisa dipahami nalar banyak orang, saat mengutip QS. Al-Maidah: 51, yang notabene berseberangan dengan mereka, ia menjadi sasaran empuk, bulan-bulanan, dan cercaan jutaan kaum muslim tertentu se-Indonesia, pula rival politiknya dalam pilkada DKI 2017.

Di negeri ini, siapa pun bisa berkomentar apa pun. Kata dan kalimat berseliweran setiap detik, terlepas positif maupun negatif. Jangan tanya sumbernya valid atau invalid, fiksi atau nonfiksi, bisa dipertanggungjawabkan atau tidak, melanggar kode etik atau tidak. Semua kriteria tersebut tidak terlalu penting, yang terpenting adalah pesannya sampai ke pembaca. Naifnya lagi, pembacanya juga sangat mudah terprovokasi.

Gizi bacaannya buruk, pemahamannya rendah dan rapuh, sangat reaktif dan celakanya tipe pembebek. Sejatinya, setiap informasi yang didapat ia rasa, cerna, olah dan seleksi sebelum kemudian ia telan.

Negeri dan bangsa ini sedang dan masih sakit, bahkan akut. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Realitas tak bisa dibohongi atau dibikin pura-pura. Terkuras habis energi bangsa ini dipakai untuk membenci dan mencaci sesama anak bangsa. Seluruh persoalan minta diselesaikan di jalanan, bukan didialogkan di atas meja. Semuanya diumbar, aib seseorang ditelanjangi di ruang publik. Jauh dari kata beradab. Rupanya kedewasaan bangsa ini harus terus diasah dan diuji setiap waktu.

Jika dikerucutkan kondisi saat itu, setidaknya ada dua pihak domain yang sedang berjuang menguatkan logika dan opini masing-masing. Keduanya sedang mencari dukungan dan pembenaran pihak luar. Segala daya dan upaya dikerahkan untuk menarik massa sebagai supporter. Semakin banyak didukung supporter maka ia menganggap dirinya benar, yang lain, otomatis, salah dan kalah. Padahal belum tentu demikian rumusnya. Kebenaran itu tidak bisa diukur oleh kuantitas supporter, kebenaran adalah fakta telanjang yang berdiri sendiri apa adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun