Aku semakin merinding, dudukku kugeser ke kiri dan ke kanan.
"kamu kenapa Mas? Wasir?"Â
"ng..ngga..kesemutan aja" jawabku menutupi perasaan hati yang tak karuan.
Meja paling kanan, menghadap perempatan jalan.Â
Pada waktu itu, saat pak Arif menceritakan kepadaku dua tahun lalu, bahwa calon istrinya, Elga akan dinikahinya, namun tiba-tiba, minta putus, dan saat itu, tepat pukul 14.05, ada pesan masuk, Elga memaksa bertemu aku untuk menjalani lakon yang aku tidak bisa kulakukan. Namun ancamannya menarikku lebih kuat atas nama balas jasa.
Aku semakin berkeringat, dan tidak konsentrasi mendengarkan curhatan Toni.Â
Aku masukkan ponselku ke dalam ransel, untuk fokus menjadi pendengar yang baik terhadap kawanku itu.
Selesai kami bertemu aku pamit, dan tentunya dengan solusi yang kuanggap paling bijak membantunya keluar dari permasalahan itu.
Namun sebelum meninggalkan cafe tersebut, aku langsung menuju toilet, kubuka ponsel ku.....
Ada 20 panggilan tak terjawab, dan kulihat di pesan masuk, pkl.14.05 Aini minta aku temuinya di restoran tepat di samping cafe itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H