Kita berhasil memperlihatkan kepada bangsa Indonesia bahwa DPR memang pandai mengadu domba antara rakyat dan aparat, sementara mereka duduk ngopi sambil ketawa-ketiwi.
Kita juga sukses menunjukkan bahwa Bapak dan Ibu yang ada di Senayan sana lupa siapa tuan dan siapa kacung. Mereka lupa bahwa dulu mereka mengemis suara kita, mengemis agar dipilih dan dicoblos. Lupa bahwa tempat duduk, tempat kencing dan tai mereka, semua kita yang biayai. Mereka lupa bahwa makan mereka beserta anak bini adalah kita yang subsidi.
Mereka telah lupa semua itu, dan kita telah perlihatkan kepada bangsa Indonesia dengan luka di badan kita, darah yang mengalir dari tubuh kita, serta memar dan lebam di daging-daging kita.
DPR mungkin mengira bahwa keresahan bisa diredam dengan alat-alat aparat. Percayalah wahai Bapak dan Ibu sekalian, bahwa kami tak akan berhenti sampai tuntutan kami didengar dan dikabulkan. Kemanusiaan tidak akan redup hanya dengan gas air mata, water canon, bahkan pelor senjata.
Kami akan terus ada dan bertambah. Kami juga tak akan lelah untuk menunjukkan kepada kalian bahwa rakyatlah sebenar-benarnya penguasa di negara ini. Dari tangan dan kaki merekalah kalian makan dan minum. Dari keringat merekalah anak bini kalian tumbuh dan berkembang biak.
Ingat-ingat pesan kami: seberapa kerasnya kau berusaha memadamkan api perlawanan kami, maka sekeras itulah kami akan tetap melawan pada setiap penindasan dan ketidakwarasan. Karena kita adalah generasi yang tak mengenal putus asa. Persis seperti tulisan Cak Nun Hidup yang dikutip di awal tulisan ini.
Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat yang Melawan! (Bung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H