Mohon tunggu...
Bung Ojan
Bung Ojan Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta Sastra dan Filsafat

Menulis adalah melawan!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Peran Generasi Muda dan Mahasiswa dalam Pusaran Demokrasi Desa

28 Juli 2019   14:13 Diperbarui: 28 Juli 2019   14:18 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merangsang Kritisisme Warga Desa

Hal kedua yang mungkin absen dari warga desa Dempo Barat adalah kritisisme atau pertimbangan rasional dalam memilih paslon. Rata-rata pemilih memilih berdasarkan sentimen hubungan akrab, rasa tidak enak, atau pertimbangan lain yang sejatinya tidak ada kaitannya dengan suatu pemerintahan desa itu sendiri. Istilah politisnya adalah pemilih dengan pertimbangan sosiologis, bukan rasional.

Nah, ini juga menjadi soal dalam masyarakat kita. Karena dengan tingkat kritis yang rendah, efeknya adalah  kurangnya pemahaman warga akan apa saja yang diagendakan oleh para calon kepala desa, serta apa keuntungannya bagi mereka. Rumusnya sederhana, semakin rendah tingkat kritisisme warga, semakin besar potensi mereka untuk ditindas. Karenanya, sikap kritis terhadap para calon kepala desa ini harus "dimasyarakatkan" oleh generasi muda dan mahasiswa.

Dengan sikap kritis, mencita-citakan sistem pemerintahan yang transparan pun tidak sulit kita realisasikan. Pasalnya, dengan tingkat kritisisme warga desa yang membaik, rasa keingintahuan mereka juga akan muncul. Sehingga, setiap agenda atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh para calon kepala desa ini pun akhirnya akan dipertanyakan pertanggungjawabannya.

Kasus yang sering terjadi, warga sering melihat pilkades ini hanya menjadi ajang ceremonial, tidak perlu serius, dan sikap mereka cenderung bersikap bodo amat. Padahal, setiap pilihan yang mereka ambil akan sangat berpengaruh pada kehidupan mereka selama empat tahun ke depan. Mungkin banyak yang menyangkal dengan berucap, "halah.. mau siapa pun kadesnya, toh saya tetap saja jadi petani!". Pada satu pihak sangkalan ini mungkin ada benarnya. Tetapi di lain pihak, sangkalan ini salah besar.

Profesi si penyangkal tadi mungkin saja tetap jadi petani. Tetapi kebijakan distribusi pasar, harga sembako, lapangan pekerjaan, dana bantuan, atau upaya pembenahan desa, tentu akan sangat berubah. Beberapa hal yang telah disebut akan sangat bergantung pada kebijakan para pemimpin mereka dari tataran pemimipin negara, sampai pada pemimpin desa. Kita harus pahami bahwa suatu kebijakan politik hampir mempengaruhi sebagian besar dari kehidupan kita. Karenanya, sudah saatnya kita mulai peduli dan tidak lagi acuh pada kegiatan politik di desa ini. Terutama generasi muda dan para mahasiwa yang sudah pasti akan mengisi zaman berikutnya. (Bung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun