Kedatangan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru timnas Indonesia membuat suasana gonjang-ganjing. Menariknya, sejumlah teori konspirasi turut menyebar di media sosial yang, sayangnya, kebanyakan tak lebih dari disinformasi bahkan hoaks.
Terpantau hingga 10 Januari ini linimasa media sosial masih diramaikan dengan pembahasan tentang Patrick Kluivert. Suara-suara penolakan terus digaungkan sejumlah akun, mulai dari pengguna personal hingga akun komunitas, mulai dari fans kebanyakan hingga selebritas top.
Ada yang mendasarkan pendapat pada rekam jejak Patrick Kluivert yang dinilai kurang meyakinkan. Namun tak sedikit pula yang berpendapat senada hanya karena percaya pada teori konspirasi dan kabar-kabar yang tidak tepat.
Satu teori yang paling banyak disinggung adalah keterkaitan pengaruh "uang Arab" dalam keputusan PSSI ini. Maksudnya, pemecatan Shin Tae-yong adalah upaya pihak-pihak tertentu untuk menggembosi timnas Indonesia.
Tujuannya? Apa lagi kalau bukan demi memuluskan langkah salah satu rival di Grup C. Uang Arab di teori ini mengacu bahwa yang sedang berusaha menggembosi timnas Indonesia adalah tim-tim Arab.
Kita sama tahu, di Grup C Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 terdapat 2 tim asal Jazirah Arab: Bahrain dan Arab Saudi. Sayangnya, tidak ada yang menyebutkan secara jelas tim mana tepatnya dari kedua Aran itu yang menjadi otak pemecatan STY.
Kalau kita kaitkan dengan satu isu yang pernah viral usai timnas ditahan imbang Bahrain, mungkin tim ini yang dimaksud. Namun tetap saja tidak ada yang dapat memberi bukti, setidak-tidaknya indikasi jelas, jika pemecatan Coach Shin adalah upaya rival menggembosi Indonesia.
Teori Bermasalah
Secara singkat, teori ini menempatkan timnas Indonesia sebagai pesaing serius di Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Hal inilah yang dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara Jazirah Arab, terutama Bahrain, yang ingin menguasai tambahan kuota bagi Asia.
Karena itulah Indonesia harus digembosi agar tidak mengganggu ambisi Bahrain. Namun seperti halnya teori konspirasi lainnya yang pernah beredar luas, entah itu teori UFO maupun bumi datar, teori satu ini juga sulit dibuktikan kebenarannya.
Alih-alih bukti atau minimal indikasi kuat, teori ini hanya didukung prasangka buruk dan negative thinking. Prasangka buruk terhadap Bahrain sekaligus terhadap PSSI, wa bil khusus terhadap Erick Thohir dan jajaran anggota Komite Eksekutif.
Prasangka buruk terhadap Bahrain sudah mengemuka sejak lama. Fakta bahwa Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) berasal dari Bahrain dijadikan bahan bakar untuk memperkuat pemikiran negatif menjurus liar ini.
Ketika Jay Idzes, dkk. ditahan imbang oleh Bahrain pada matchday 3 di Riffa, 10 Oktober 2024 lalu, netizen Indonesia yakin sekali wasit Ahmed Al-Kaf disuap untuk memberi hasil menguntungkan pada tuan rumah. Dasarnya adalah additional time yang melampaui waktu yang ditunjukkan fourth official di tepi lapangan.
Namun pemercaya teori ini bakal kesulitan menjelaskan kenapa Bahrain kalah 0-1 dari Tiongkok di kandang sendiri pada matchday 5? Kenapa wasit Adham Makhadmeh asal Yordania yang memimpin partai itu tidak memberi keuntungan pada Bahrain?
Menariknya, Tiongkok memenangkan pertandingan lewat gol yang dicetak Zhang Yuning pada injury time. Kejadian yang sebelas-dua belas dengan gol telat Mohammad Marhoon saat menggagalkan keunggulan 2-1 Indonesia. Apakah suap dari Tiongkok lebih besar dari yang diberikan Bahrain?
Juga, kalau memang ada konspirasi dari tim-tim Arab untuk menjegal Indonesia, kenapa Arab Saudi dibiarkan kalah ketika tandang ke Jakarta pada matchday 6? Karena fulus yang digelontorkan Bahrain kepada wasit Rustam Lutfullin asal Uzbekistan kurang besar atau bagaimana?
Bakal sangat sulit menjelaskan konstelasi di Grup C jika yang dijadikan dasar argumen adalah teori suap-menyuap. Karena itulah teori ini sangat bermasalah alias tidak layak dipercaya sama sekali.
Plot Mafia Bola?
Versi lain dari teori konspirasi ini adalah adanya plot dari mafia sepak bola untuk menggembosi timnas demi kembali menguasai PSSI. Alurnya adalah membuat performa timnas jeblok sehingga Erick Thohir, dkk. mundur, lalu mafia mengambil alih kuasa.
Sama halnya versi "uang Arab" tadi, yang satu ini juga sudah beredar sejak lama. Setiap kali ada gejolak di timnas yang menyangkut nasib STY, selalu saja disebut-sebut ada mafia di belakang kejadian-kejadian tersebut.
Narasi lanjutannya adalah kekhawatiran sepak bola Indonesia bakal kembali ke era kegelapan. Ini mengacu keadaan di era 2010-2020, alias masa-masa sebelum kedatangan Coach Shin, di mana keadaan memang tidak bisa dibilang baik.
Jika versi "uang Arab" dilandaskan pada keyakinan kualitas timnas sudah sejajar tim-tim elite Asia, versi mafia ini disandarkan pada kepercayaan jika STY adalah sosok pelatih tegas tanpa kompromi. Salah satu yang sering digembar-gemborkan adalah tidak ada lagi praktik penitipan pemain di eranya.
Namun seperti juga versi sebelumnya, tak ada bukti atau setidak-tidaknya indikasi kuat yang mendukung teori mafia ini. Bukan berarti saya tidak percaya mafia sepak bola itu ada, saya hanya tidak percaya pengaruh mereka bisa sampai menekan seorang presiden federasi untuk mengambil keputusan sebesar pemecatan pelatih timnas.
Sebaliknya, ada satu hal yang justru menjungkir-balikkan teori ini. Misalnya terkait titip-menitip pemain di timnas, di mana pada era STY sempat terjadi seorang pemain kerap mendapat panggilan padahal di klubnya selalu menjadi pemain cadangan.
Bukan Pratama Arhan yang saya maksud di sini, tetapi satu pemain lain yang setelah Kongres Luar Biasa PSSI pada 16 Februari 2023 tidak pernah lagi memperkuat timnas. Padahal sebelum itu nama pemain tersebut selalu dipanggil oleh Coach Shin.
Sebuah kebetulan yang menarik, pemain tersebut adalah menantu salah satu pembesar PSSI periode lalu. Usai KLB yang menghasilkan Ketua Umum dan jajaran Komite Eksekutif baru, pejabat dimaksud tak lagi mendapat posisi.
Sulit untuk tidak menilai jika pemain tersebut adalah titipan sang mantan pejabat PSSI semasa masih berkuasa. Dengan kata lain, di era STY juga bisa kok menitipkan pemain ke timnas.
Jatuh Karena Favoritisme dan Keangkuhan
Kesimpulannya, teori konspirasi ini baik versi "uang Arab" maupun "mafia" sama-sama tidak bisa dipercaya. Bukan hanya karena tidak ada bukti maupun indikasi yang mendukung, tetapi juga karena kenyataan menunjukkan sebaliknya.
Terkait pemilihan pemain tadi, misalnya, Arhan disebut-sebut sebagai pemain kesayangan STY. Anggapan yang sulit dibantah karena pada kenyataannya, bersama-sama Witan Sulaeman, Asnawi Mangkualam, Egy Maulana Vikri dan Marselino Ferdinan, ia nyaris selalu dipanggil timnas terlepas bagaimana performanya di klub.
Cek statistik Arhan tahun lalu. Kita akan melihat bagaimana ia hanya dimainkan sebanyak 2 kali oleh Suwon FC. Jika diperdalam menjadi menit bermain, datanya bakal membuat kening berkerut semakin dalam karena amat sangat minim sekali.
Menariknya, sepanjang 2024 itu Arhan tampil sebanyak 18 kali bersama timnas. Mulai dari penampilan di Piala Asia 2023 yang digelar pada Januari 2024, hingga terakhir kali mentas di ASEAN Championship yang baru lalu.
Hal ini tentu saja mencuatkan pertanyaan, bagaimana sebenarnya kriteria STY dalam memilih pemain? Kok bisa pemain yang kurang jam terbang di level klub mendapat panggilan ke timnas?
Kita kontraskan pula dengan Stefano Lilipaly yang memiliki cerita sebaliknya. Pemain satu ini tampil sangat baik bersama Borneo FC sepanjang Liga 1 musim 2023-24, tetapi tidak sekalipun dipanggil ke timnas pada 2024 lalu.
Ini belum menyebut Saddil Ramdhani yang tidak pernah lagi dipanggil STY, padahal sosok ini menjadi penyelamat muka sang pelatih kala Indonesia ditahan imbang Filipina di awal Putaran Kedua. Saddil ditengarai terlalu vokal sehingga kemudian disingkirkan, padahal tampil reguler bersama Sabah FC di Malaysia Super League.
Menariknya, Ketua Umum PSSI mengungkapkan jika komunikasi di ruang ganti menjadi salah satu alasan pemecatan STY. Lalu bocorlah kisah tentang perdebatan antara pemain dengan sang pelatih usai hasil negatif melawan Bahrain.
Jadi, favoritisme dan keangkuhan yang ditunjukkan STY sendiri inilah yang membuatnya diputus kontrak. Sekaligus meruntuhkan teori bahwa pemecatannya didalangi "uang Arab" ataupun mafia yang ingin merusak timnas Indonesia.
Talang Datar, 10 Januari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI