Riedl selaku pelatih tim nasional turut memanaskan suasana. Dengan tegas ia menyatakan tak akan memanggil pemain-pemain yang berkompetisi di LPI dengan alasan kompetisi tersebut ilegal karena tidak dinaungi PSSI.
Namun bukan ini yang kemudian membuat Indonesia dibantai Bahrain 10 gol tanpa balas. Ini baru permulaan. Yang terjadi setelah episode inilah yang sebenarnya merusak timnas dan juga sepak bola kita.
Dualisme di Segala Sendi
Gonjang-gonjang sepak bola Indonesia menarik perhatian FIFA. Badan sepak bola internasional tersebut lantas menggelar rapat darurat dengan salah satu hasil keputusannya membekukan sementara kepengurusan PSSI di bawah Nurdin Halid.
Sebagai pelaksana tugas federasi nasional sampai terbentuk kepengurusan baru, FIFA membuat Komite Normalisasi pada April 2011. Eks Ketua Umum PSSI Agum Gumelar ditunjuk FIFA sebagai ketua.
Komite Normalisasi bergerak cepat. LPI dihentikan, lalu Kongres Luar Biasa PSSI diadakan pada 25 Mei 2011 untuk memilih kepengurusan baru periode 2011-2015.
Dua pihak yang tengah berebut pengaruh di PSSI 'berperang' dalam KLB tersebut. Namun kubu status-quo harus menerima kekalahan karena yang terpilih sebagai ketua adalah Prof. Djohar Arifin Husin, sosok yang dikaitkan dengan Arifin Panigoro si penggagas LPI.
Pada gilirannya, kebijakan-kebijakan Prof. Djohar membuat gerah orang-orang lama. Misalnya saja penghentian LSI dan gantinya malah mengakui LPI sebagai liga resmi garapan PSSI. Lalu klub-klub LPI digabungkan dalam kompetisi tersebut bersama kontestan LSI.
Respons yang kemudian muncul adalah digelarnya KLB PSSI tandingan di Hotel Mercure, Ancol, pada 18 Maret 2012. Hasil kongres menunjuk La Nyalla Mattaliti sebagai Ketua Umum federasi tandingan yang dinamai Komite Penyelamat Sepak Bola Nasional (KPSI).
Kepengurusan KPSI diisi orang-orang lama PSSI. Selain Rahim Soekasah sebagai wakil ketua, ada pula Tony Aprilani, Roberto Rouw dan Djamal Azis yang diberi amanah oleh peserta kongres sebagai anggota komite eksekutif.
Tidak tanggung-tanggung, KPSI tetap menggelar--atau lebih tepatnya melanjutkan lagi--LSI sebagai liga resmi versi mereka. Puncaknya, Rield yang telah dipecat oleh PSSI-nya Djohar Arifin mereka tunjuk sebagai pelatih timnas tandingan.
Alhasil, ketika itu terjadi dualisme di segala lini. Federasinya ada dua, yakni PSSI dan KPSI; liga domestiknya ada dua, yakni LPI dan LSI; bahkan timnasnya pun ada dua pula, di mana masing-masing dikenal sebagai Timnas LPI dan Timnas LSI.