Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Yang Sesungguhnya Terjadi di Balik Bahrain 10-0 Indonesia

8 Oktober 2024   13:08 Diperbarui: 9 Oktober 2024   13:31 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun pada Juli 2011 lelaki asal Austria tersebut tiba-tiba saja dipecat oleh PSSI. Sebagai pengganti, didatangkanlah eks penggawa timnas Belanda yang turut menjadi bagian dari skuad Der Oranje di final Piala Dunia 1974 dan 1978. Wim Rijsbergen namanya.

Ternyata kinerja Wim tidak sesuai ekspektasi para pengurus PSSI, sehingga jabatannya dicopot pada Januari 2012. Untuk mengisi kekosongan, ditunjuklah Aji Santoso sebagai pelatih anyar timnas.

Apes bagi Aji. Ia tak bisa membawa skuad terbaik yang dimiliki Indonesia untuk menantang Bahrain. Alhasil, terjadilah apa yang kemudian terjadi.

Drama di Balik Layar

Jauh dari perkara pro atau kontra naturalisasi pemain, yang sebenarnya terjadi ketika itu adalah ekses dari gonjang-ganjing perebutan pengaruh di tubuh PSSI. Ada dua kubu yang adu kuat demi menguasai federasi sepak bola Indonesia.

Bibit-bibit 'serangan' terhadap PSSI mulai terlihat dalam Kongres Sepak Bola Nasional di Malang, pada 30-31 Maret 2010. Salah satu poin hasil rekomendasi meminta federasi lebih terbuka serta mau bergandengan tangan dengan Pemerintah, khususnya Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan juga Departemen Pemuda dan Olahraga.

Januari 2011, muncul kompetisi tandingan bernama Liga Primer Indonesia (LPI). Sebuah liga yang lebih merupakan bentuk protes baik terhadap semakin menurunnya liga domestik yang ada maupun kepengurusan PSSI.

LPI dijalankan oleh Konsorsium PT Liga Primer Indonesia Sportindo yang dimotori pengusaha Arifin Panigoro. Liga ini dikonsep seperti Major League Soccer (MLS) di Amerika Serikat dan digadang-gadang sebagai pelopor reformasi sepak bola nasional.

Satu poin yang digugat melalui LPI adalah penggunaan dana APBD oleh klub-klub peserta Liga Super Indonesia (LSI) dan juga kontestan liga-liga turunannya di bawah naungan PSSI. Pengelola LPI menjunjung tinggi kemandirian dan kesehatan finansial, sehingga memberlakukan pembatasan gaji bagi pemain.

Lalu ada pula deretan pemain asing level bintang yang disebut sebagai marquee player. Misalnya penggawa Kamerun di Piala Dunia 1998 dan 2002 Pierre Njanka, juga anggota skuad Aston Villa di final Piala FA 2000 Lee Hendrie.

Kontestan LPI kebanyakan klub-klub baru. Ditambah sejumlah anggota Liga Super Indonesia (LSI) yang 'membelot', yakni Persebaya Surabaya, Persema Malang, Persibo Bojonegoro dan PSM Makassar.

PSSI merespons keberadaan liga tandingan ini secara frontal. Seluruh pihak yang terlibat dalam LPI mendapat sanksi keras, baik klub, pelatih, pemain, termasuk juga pengurus klub dan perangkat pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun