Sebagai konteks, pada masa itu banyak sekali orang Belanda dan Eropa tinggal di Nusantara. Terutama di Jawa dan Sumatera. Di antara mereka bahkan bisa jadi ada yang sudah tinggal di sini sejak ekspedisi Cornelis de Houtman.
Leluhur Paes adalah bagian dari komunitas Belanda di Hindia Belanda seperti ini. Sebagaimana Gubernur Jenderal terakhir Hubertus van Mook (lahir dan besar di Semarang) atau Wieteke van Dort alias Tante Lien (lahir dan besar di Surabaya), pesohor yang belum lama ini meninggal dunia.
Saya sendiri pernah berbincang dengan seorang turis Belanda di Penginapan Seroja, Tidore, medio 2018 lalu. Bule totok tersebut kelahiran Sumedang. Ayahnya dulu pegawai negeri Hindia Belanda yang terpaksa repatriasi ke negeri leluhur karena sengketa Irian Barat.
Bagaimana, sudah jelas, kan? Kalau saya minta sebutkan contoh keturunan Indonesia yang dinaturalisasi lalu menjadi pemain diaspora, bisa kan?
Prancis, Inggris, Spanyol Juga?
Menyebut pemain naturalisasi sebagai pemain diaspora tidak salah sebetulnya. Karena sebagian besar dari mereka memang berkarier di luar negeri sebagai seorang pemegang paspor RI.
Namun kalau disamakan begitu saja bahwa pemain diaspora adalah pemain naturalisasi, Marselino bersama Asnawi dan Arhan bakal protes. Mereka diaspora, tapi bukan hasil naturalisasi.
Satu yang harus diingat, kebanyakan pemain naturalisasi kita merumput di Liga Belanda. Mereka lahir, besar, serta merintis karier di Belanda. Hasil binaan federasi sepak bola Belanda (KNVB).
Maka ketika kemudian menjadi WNI, secara otomatis mereka menjadi pemain diaspora. Inilah yang membedakan apa yang terjadi di timnas Indonesia dengan Prancis, Jerman, Inggris, Spanyol, dll.
Beberapa hari lalu ada Kompasianer yang menyebut Mesut Özil dan Kylian Mbappe sebagai pemain keturunan di timnas masing-masing, lalu menyamakannya dengan deretan pemain naturalisasi kita yang juga keturunan. Padahal perbedaanya sangat mencolok sekali.
Pattynama, Oratmangoen atau Lilipaly adalah keturunan Indonesia yang lahir dan besar di Belanda, sempat memegang paspor Belanda, lalu dinaturalisasi menjadi WNI agar dapat membela timnas Indonesia. Berganti paspor dulu, berganti federasi dulu, baru bisa membela Tim Garuda.
Sebaliknya, Özil lahir di Jerman. Tepatnya di Gelsenkirchen. Ia keturunan Turki tulen, tetapi berdasarkan asas ius soli adalah warga negara Jerman sejak lahir. Tak pernah menjadi WNA sebelum memegang paspor Jerman.