Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kebijakan Naturalisasi dalam Dua Sisi

14 September 2024   05:30 Diperbarui: 14 September 2024   05:30 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang salah dari pendapat mereka. Namun karena publik bola kita tengah terlena dengan gula-gula naturalisasi, pendapat bernada kontra seperti itu seketika membuat pelontarnya menjadi public enemy.

Jika akun IG Peter langsung diserbu netizen, Tommy Welly bahkan pernah dilempar seseorang ketika tampil di suatu acara.

Contoh Sukses

Peter juga tidak salah ketika mengingatkan PSSI untuk tidak terus-terusan bergantung pada program naturalisasi. Karena berkaca dari negara-negara elite Asia maupun dunia, mereka sukses karena punya sistem pembinaan pemain dan juga kompetisi lokal yang tertata baik lagi dijaga kualitasnya.

Lihatlah Jepang, Korea Selatan juga Australia yang baru saja kita hadapi. Ketiganya adalah langganan Piala Dunia dan tak satupun yang mengandalkan naturalisasi pemain sebagai nafas utama dalam meraih prestasi tersebut.

Alih-alih, trio raksasa Asia tersebut mengandalkan liga domestik masing-masing sebagai kawah candradimuka bagi talenta-talenta berbakat di seantero negeri. Ketika ada kesempatan, para pemain terbaik mereka melanjutkan kiprah di Eropa.

Betul, Jepang pernah punya Wagner Lopez di Piala Dunia 1998 dan kemudian Alex Santos di Piala Dunia 2022. Namun ya hanya satu itu dari 23 pemain. Itupun mereka dibesarkan oleh Liga Jepang, bukan dipetik dari liga luar negeri.

Kalau ada yang berpikir penjaga gawang Zion Suzuki adalah pemain naturalisasi terkini Jepang, salah besar. Dia memang lahir di Amerika Serikat dan ayahnya orang Ghana, tetapi sejak kecil sudah tinggal dan menetap di Jepang.

Paspor pertama Zion adalah Jepang, sehingga ia tidak perlu menjalani proses naturalisasi sebelum membela timnas Jepang. Tambahan lagi, Zion adalah produk asli J-League yang kemudian merantau ke Eropa bersama Sint-Truiden dan kini AC Parma.

Kalau ada yang menyebut nama Kylian Mbappe ataupun Yamine Lamal sebagai contoh sukses naturalisasi Prancis dan Spanyol, salah lagi. Keduanya adalah anak imigran yang lahir dan besar di Prancis dan Spanyol, lalu mengambil paspor negara kelahiran mereka tersebut.

Lalu sama halnya Zion Suzuki, Mbappe dan Yamal juga dibesarkan oleh liga domestik negara masing-masing. Sekali lagi, lahir dari rahim kompetisi lokal negara bersangkutan. Bukan memetik buah pembinaan negara lain.

Jadi, alih-alih menyerang apalagi mencaci maki Peter F. Gontha, kita semua seharusnya malah berterima kasih padanya. Karena ia telah mengingatkan satu kewajiban penting yang bisa jadi terabaikan karena terlena oleh hasil instan yang diberikan oleh program naturalisasi pemain.

Talang Datar, dini hari 14 September 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun