Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kebijakan Naturalisasi dalam Dua Sisi

14 September 2024   05:30 Diperbarui: 14 September 2024   05:30 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asnawi Mangkualam (4), contoh pemain 'lokal' yang tergusur akibat semakin masifnya pemain naturalisasi di timnas. FOTO: X/@afcasiancup

Tujuh dari sebelas sama dengan 63% lebih, artinya ya dominan juga. Namun kala itu Peter tak berkomentar apa-apa, mungkin karena masih ingin melihat perkembangan berikutnya bagaimana.

Ketika jumlah pemain naturalisasi dalam starting line-up timnas menjadi 9 seperti sekarang, barulah ia bersuara. Dan pada kenyataannya ia tidak keliru, sebab dominasi pemain naturalisasi memang nyata semakin menjadi-jadi.

Jika sekarang 9 dari 11, bisa jadi pada pertandingan berikutnya starter yang diturunkan STY seluruhnya pemain naturalisasi. Bukankah PSSI sedang memproses beberapa nama baru seperti Eliano Reijnders dan Mees Hilgers?

Di X (dulu Twitter) bahkan sudah ada yang membuat bagan starting XI Indonesia di mana Rizky Ridho bakal tersingkir oleh Hilgers, sedangkan Reijnders menggusur Witan atau Marselino.

Bayangkan, kelak kita akan menyaksikan timnas Indonesia yang seluruh pemainnya tidak bisa berbahasa Indonesia! Menarik, bukan?

Sisi Positif Naturalisasi

Aturan naturalisasi memang memungkinkan hal seperti itu terjadi. Di mata FIFA, sepanjang seorang pemain memegang paspor negara bersangkutan serta memenuhi poin-poin dalam Eligibility Rules, sahlah ia membela timnas negara tersebut.

Bagi sebagian pihak, aturan ini adalah peluang untuk mendongkrak prestasi. Keterbatasan stok pemain berkualitas dapat diatasi dengan merekrut pemain-pemain asing yang memenuhi syarat Eligibility Rules FIFA.

Inilah langkah yang diambil pengurus PSSI sejak awal memperkenalkan kebijakan ini pada era Nurdin Halid. Bedanya, dulu yang diprioritaskan adalah pemain-pemain asing berkualitas di atas rata-rata yang telah lama merumput di Liga Indonesia.

Pendekatan berbeda diambil PSSI era Erick Thohir. Fokus kini ditujukan pada pemain-pemain berdarah Indonesia, lalu usianya juga sebisa mungkin masih dalam rentang usia produktif.

Apapun itu, baik Nurdin Halid maupun Erick Thohir punya target sama: mendongkrak prestasi Indonesia secepat mungkin. Sebuah tujuan yang dapat dipahami, mengingat mereka tentunya ingin meninggalkan jejak prestasi gemilang ketika masih menjabat.

Masa bakti 5 tahun itu sebentar. Kalau hanya mengandalkan pembinaan alami sebagai cara meraih prestasi, entah bisa atau tidak mereka ikut menikmati meriahnya selebrasi perolehan medali ataupun piala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun