Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Hakikat "Bola Itu Bulat" dalam Kiprah Indonesia U-20 di SEoU Cup 2024

1 September 2024   05:05 Diperbarui: 1 September 2024   11:32 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Dokumentasi PSSI via x/TimnasIndonesia

Penggemar sepak bola pasti sudah sangat familiar dengan istilah "bola itu bulat". Kiprah Indonesia U-20 di ajang Seoul Earth on Us Cup 2024 adalah contoh terbaru lagi terdekat dari ungkapan tersebut.

Frasa di atas biasa dipakai untuk mengingatkan bahwa segala kemungkinan dapat terjadi dalam sebuah pertandingan. Tidak ada hasil pasti dalam sepak bola, sebab permainan ini tidak tersusun dari rumus-rumus matematika.

Makanya dalam setiap prediksi pertandingan selalu disertakan disclaimer dalam bentuk ungkapan "di atas kertas". Itu untuk menegaskan bahwa hitung-hitungan sebelum pertandingan (preview), lebih-lebih prediksi, sangat boleh jadi bakal sangat berbeda dengan hasil akhir di atas lapangan.

Siapa yang menyangka, misalnya, Argentina U-20 bakal dibuat bertekuk lutut oleh Indonesia U-20 di ajang Seoul Earth on Us Cup 2024. Padahal di antara empat kontestan, boleh dibilang Tango Muda adalah tim favorit turnamen. Sedangkan Garuda Muda rasa-rasanya ditempatkan sebagai underdog setelah tuan rumah Korea Selatan dan Thailand.

Maka, kemenangan tersebut layak membuat kita semua merasa bangga. Sekalipun terjadi bukan di ajang resmi, Argentina U-20 tetaplah salah satu tim papan atas dunia pada kelompok umur tersebut.

Mari kita hitung torehan gelar Argentina Muda. Juara Piala Dunia U-20 enam kali, juara Campeonato Sudamericana Sub 20 lima kali, juara Toulon Tournament dua kali, serta sekali menjuarai Pan American Games.

Bandingkan dengan rekor Indonesia U-20.

Terakhir kali Garuda Muda berbicara di level kontinental adalah pada Piala Asia U-20 edisi 1961. Itu tahun ketika Sri Lanka masih bernama Ceylon, Myanmar masih bernama Burma, Malaysia yang sekarang belum terbentuk, penguasa Tiongkok masih Republic of China-nya Chiang Kai-sek, serta Vietnam masih terbagi dua: Vietnam Utara dan Vietnam Selatan.

Di level Asia Tenggara (AFF), Indonesia baru bisa meraih gelar kedua Piala AFF U-19 setelah menunggu 11 tahun. Juga baru bisa kembali menggondol medali emas SEA Games setelah penantian lebih dari 30 tahun.

Pendek kata, bahkan di level regional saja prestasi Garuda Muda masih terseok-seok. Jadi, tidak mengherankan jika publik bola se-Indonesia, bahkan se-Asia Tenggara, dibuat geger manakala Kadek Arel, dkk. mengalahkan Argentina.

Toh, catatan prestasi yang lebih mentereng di atas kertas tak mendukung hasil akhir di atas lapangan. Argentina U-20 dengan sederet rekor menterengnya justru keok di hadapan tim papan bawah.

Itulah contoh nyata dari ungkapan bola itu bulat.

Cuma Dua Hari

Kemenangan Indonesia atas Argentina tersebut tentu merupakan catatan fenomenal bagi dunia sepak bola nasional. Tidak mengherankan jika kabar ini menjadi headline berbagai media nasional, juga media indie di internet, setidaknya selama dua hari.

Ya, cukup dua hari saja. Karena ketika kemudian menghadapi Thailand di partai kedua SEoU Cup 2024, dua hari berselang, Indonesia U-20 ganti menelan kekalahan.

Setelah melewati Argentina, dapat dimaklumi jika kebanyakan pandemen bal-balan Tanah Air punya keyakinan Garuda Muda bakalan menekuk Thailand pula. Toh, bukankah sebelum ini anak asuhan Indra Sjafri dua kali sukses mengalahkan Thailand?

Dua kemenangan Coach Indra atas Thailand juga diraih di panggung bukan sembarangan. Masing-masing partai final Piala AFF U-19 edisi 2024 dan SEA Games 2023.

Namun yang terjadi kemudian ternyata di luar dugaan. Ah, lebih tepatnya di luar harapan. Jangankan menang, meraih hasil imbang pun tak mampu.

Bermula dari blunder Rahmat Syawal di dalam kotak penalti pada menit ke-10, dua kali gawang Indonesia dibobol Thailand. Fans timnas langsung dikembalikan pada kenyataan setelah sempat berada di awang-awang selama dua hari.

Dan itu juga bagian dari adagium "bola itu bulat." Bahwa pernah mengalahkan tim terkuat di turnamen tidak berarti kita bisa menang juga atas tim selanjutnya yang berkekuatan lebih rendah.

Lebih jauh lagi, ungkapan "bola itu bulat" sejatinya mengajarkan bahwa menang dan kalah itu hal biasa dalam sepak bola. Menang dan kalah adalah dua sisi yang akan selalu ada pada sebuah kepingan koin sepak bola.

Sewajarnya Saja

Ketika kita sudah memahami bahwa bola itu bulat dan segala kemungkinan bisa terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola, maka kita bakal dapat menyikapi setiap hasil dengan sewajarnya. Dengan sikap biasa-biasa saja.

Kita tak akan terlalu menyombongkan diri saat tim idola meraih kemenangan, sekalipun atas tim unggulan yang berkekuatan jauh lebih superior. Begitu pula sebaliknya, kita tidak akan merasa malu apalagi terhina ketika kekalahan melanda.

Sikap sama juga bakal kita pertunjukkan terhadap sosok pelatih yang menangani tim itu. Berbekal pemahaman "bola itu bulat", kita tak akan terlalu mudah menyanjung-nyanjung seorang pelatih ketika tim asuhannya meraih hasil mencengangkan.

Kenapa demikian? Karena bisa jadi hasil buruk sudah menunggu di depan mata.

Lihat saja bagaimana Shin Tae-yong dielu-elukan ketika sukses membawa Garuda Muda mencapai semifinal Piala Asia U-23 beberapa waktu lalu. Namun tak lama berselang sosok yang sama menghadirkan kekecewaan karena gagal menembus Olimpiade Paris 2024, padahal sudah berada di ambang pintu kelolosan.

Sebaliknya, kita juga tak akan dengan gampang merendah-rendahkan seorang pelatih ketika tim asuhannya mendapatkan hasil buruk. Karena sangat boleh jadi malah pelatih tersebut yang justru sukses menghasilkan prestasi yang telah lama dinanti-nanti oleh kita semua.

Contohnya?

Mau tak mau saya harus menyebut nama Indra Sjafri. Sosok ini oleh netizen kerap kali dianggap rendah serta dinilai kalah kualitas, lebih-lebih jika dibandingkan dengan STY.

Ketika gagal memberikan hasil bagus di Asian Games 2022, contohnya, tak kurang-kurang cercaan ditujukan pada Coach Indra. Bahkan ketika kemudian ia sukses mempersembahkan medali emas SEA Games 2023 sekalipun, lalu menjuarai Piala AFF U-19 belum lama ini, masih saja ada yang meremehkan.

Misalnya, dengan mengatakan "cuma pelatih level AFF". Bahkan sempat ada yang punya usul agar Indra Sjafri khusus menangani timnas di kompetisi tingkat regional Asia Tenggara, sedangkan STY untuk kompetisi level Asia dan dunia.

Nyatanya, pelatih level AFF itu bisa mengalahkan Argentina, lo. Seakan-akan hendak menyadarkan kita semua bahwa adagium "bola itu bulat" masih dan akan selalu berlaku di sepak bola.

Satu lagi.

Secara bahasa, kata "bulat" juga bisa bermakna sempurna atau utuh. Maka, seseorang dapat dikatakan sebagai suporter yang sempurna jika mampu menerima setiap hasil pertandingan tim idolanya, termasuk berbesar hati menerima kekalahan.

Mungkin itu pula penyebab Bill Shankly mengeluarkan salah satu kalimat legendarisnya yang kerap dikutip fans Liverpool: If you can't support us when we lose or draw, don't support us when we win.

Ucapan Shankly tersebut sah-sah saja jika dimaknai menjadi: "Jangan ngaku-ngaku suporter sepak bola sejati deh, kalau tahunya cuma menang terus!"

Talang Datar, 1 September 2024.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun