Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

"Memilih Caleg Itu Ibarat Mendorong Sepeda Motor Mogok"

12 Februari 2024   00:17 Diperbarui: 12 Februari 2024   10:04 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat suara Pemilu 2024 untuk DPRD Kab. Pemalang Dapil 2. FOTO: Robby Bernardi/detikJateng

YANG paling saya sukai dari menjadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah bertemu dan berbincang-bincang dengan calon pemilih. Dari kegiatan inilah saya mendapat satu perumpamaan menarik: memilih calon anggota legislatif itu tak ubahnya membantu orang yang sepeda motornya tengah mogok di jalan.

Kesempatan anggota KPPS bertemu dengan calon pemilih adalah ketika membagikan surat C.Pemberitahuan KPU alias undangan mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pada momen inilah biasanya muncul beberapa pertanyaan maupun ungkapan menarik.

Kebanyakan memang bertanya tentang hal-hal umum. Misalnya, di mana lokasi TPS tempat mereka mencoblos nanti? Waktu pemungutan suara sampai jam berapa? Dan seterusnya.

Namun tidak sedikit yang mengajukan pertanyaan terkait siapa saja calon anggota legislatif (caleg) yang terdapat di surat suara. Baik itu di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.

Tidak sekali dua saya ditanya oleh calon pemilih, "Mengko calone sapa bae, sih?" Calonnya, maksudnya calegnya, nanti siapa saja?

Sebagai bagian dari penyelenggara Pemilu, tentu saja saya tidak bisa dan tidak boleh menyebutkan nama. Maka saya biasanya hanya menyebutkan jumlah caleg yang nama-namanya bakal tertera di surat suara.

Untuk daerah pemilihan (dapil) di mana TPS saya berada, caleg DPRD Kabupaten Pemalang sejumlah 75 orang, caleg DPRD Provinsi Jawa Tengah 132 orang, caleg DPRD RI 123 orang dan calon anggota DPD RI 11 orang. Totalnya 341 calon.

Mengetahui angka tersebut, ada saja yang kemudian menanggapi, "Lah, ganing akeh temen? Kok inyong ora weruh siji-sijia, ya?" Ternyata banyak sekali, tetapi kok saya tidak tahu satupun orangnya?

Kurang Sosialisasi?

Respons tersebut menunjukkan jika pada tataran akar rumput, calon pemilih bahkan tidak mengenal siapa-siapa saja caleg di dapilnya. Mereka tidak kenal satupun dari deretan nama yang nanti mereka lihat di kertas suara pada 14 Februari 2024.

Kesimpulan turunan yang kemudian muncul, para caleg kurang melakukan sosialisasi kepada calon pemilih. Bayangkan, bahkan yang ada di dapilnya saja tidak tahu.

Sepengamatan saya pribadi memang itulah yang terjadi. Sejak dimulainya masa kampanye yang baru saja berakhir, saya tidak pernah sekalipun melihat atau mendengar ada caleg datang menyapa warga di sekitar tempat tinggal saya.

Kalau yang tak pernah nongol itu caleg DPR RI atau DPRD Provinsi, saya masih bisa memaklumi. Mereka tentu tidak mungkin mendatangi setiap jengkal dapil yang terdiri dari 3-4 kabupaten.

Apalagi calon anggota DPD RI yang dapilnya satu provinsi. Mereka-mereka ini mungkin hanya mengadakan kampanye akbar di tempat-tempat tertentu yang dipandang potensial mendulang banyak suara, sisanya diserahkan pada tim sukses.

Namun kalau yang tidak pernah kelihatan batang hidungnya itu caleg DPRD Kabupaten, menurut saya sih agak keterlaluan. Kenapa? Karena dapilnya tak seluas caleg DPRD Provinsi, DPR RI maupun DPD RI.

Desa saya, misalnya, terletak di Kecamatan Taman yang merupakan Dapil 2 untuk pemilihan DPRD Kabupaten Pemalang. Luas wilayahnya 6.741,44 hektar dan terdiri atas 21 desa.

Masa kampanye sendiri dimulai sejak 28 November 2023 dan berakhir pada 10 Februari lalu. Totalnya sebanyak 75 hari alias kisaran 2,5 bulan.

Masa iya selama 75 hari itu caleg tidak sempat mendatangi 21 desa dalam dapilnya walau cuma sekali? Lebih-lebih ke desa tempat saya tinggal yang merupakan pusat pemerintahan kecamatan.

Pakai hitungan kasar saja, setiap caleg DPRD Kabupaten Pemalang Dapil 2 mustinya bisa mendatangi setiap desa di Kecamatan Taman sebanyak masing-masing 3,5 kali. Pada kenyataannya?

Sejauh ini saya hanya melihat banner si caleg di mana-mana, kebanyakan ditempel di pohon-pohon atau tiang listrik dan telepon. Sebuah cara yang tak cuma jauh dari kata efektif untuk memperkenalkan diri pada warga, juga melanggar aturan.

Sepeda Motor Mogok

Memang ada yang melangkah sedikit lebih jauh. Misalnya dengan bagi-bagi tiket gratis nonton sepakbola Liga 3 atau Liga 2. Ada pula yang membagikan minyak goreng atau sabun cair.

Namun hanya sebatas itu. Calon pemilih yang mendapatkan tiket gratis, minyak goreng maupun sabun cair tadi tak pernah sekalipun bertemu muka dengan caleg yang menginginkan suara mereka.

Karena itu saya seketika mengulum senyum ketika ada seorang calon pemilih membuat satu perumpamaan menarik mengenai caleg. Katanya, memilih caleg itu ibarat membantu orang yang sepeda motornya mogok di jalan.

Sebagian dari kita pasti pernah mengalami kejadian demikian. Tahu-tahu melihat ada sepeda motor mogok di jalan dan berinisiatif membantu si pengendara.

Seringkali kita tidak kenal siapa pengendara tersebut. Melihat mukanya pun baru kali itu, apatah lagi tahu namanya.

Begitu sepeda motor bisa menyala, si pengendara mengucapkan terima kasih dan berlalu pergi. Entah kapan kita bisa bertemu lagi dengannya. Bahkan mungkin tidak akan pernah lagi bersua dan kemudian lupa akan kejadian itu.

Demikian halnya memilih caleg, kata calon pemilih tadi. Sebut saja namanya Tarjani, masih ada hubungan kekerabatan dengan pihak keluarga istri saya. Beliau sedang makan siang ketika saya datangi rumahnya pada Ahad (11/02/2024) lalu.

"Kita tidak pernah kenal siapa caleg itu, bertemu juga tidak pernah. Terus, kita bantu dia dengan cara mencoblos namanya dalam Pemilu.

"Setelah Pemilu, ya sudah. Caleg itu pergi begitu saja dan tidak akan mengingat kita para pemilihnya," ujar Tarjani, dengan nada bicara dan raut wajah datar.

Saya menanggapi ucapannya dengan senyuman. Sembari di dalam hati mebenarkan, ya memang begitulah kenyataannya.

Jangan kata para pemilih di dapilnya, bahkan alat-alat peraga kampanyenya ditelantarkan begitu saja ketika masa tenang datang. Dibiarkan menjadi sampah dan ujung-ujungnya masyarakat sekitar yang membersihkan.

Alhasil, tak cuma mendorong sepeda motor mogok. Bahkan muka kita juga kena asap dari knalpot ketika si pengendara kembali melaju usai ditolong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun