Arhan, misalnya, hanya dimainkan masing-masing sekali di J2 League 2022 dan 2023, ditambah dua aksi di Piala Kaisar. Total empat kali bermain dalam dua musim tentu bukan catatan mengesankan.
Demikian halnya Marselino, yang bahkan selama musim 2023-24 ini belum pernah bertanding sekalipun di Challenger Pro League. Padahal liga telah berjalan 18 pekan.
Solusinya? Benahi Liga!
Dari situasi yang saya jabarkan di atas, kiranya tergambar bagaimana kualitas liga Indonesia dibandingkan dengan liga Australia. Satunya mampu menghasilkan pemain yang siap bersaing di luar negeri, satunya tidak. Satunya bisa mencetak pemain yang tangguh kala tampil di level tinggi, satunya tidak.
Kondisi ini sebetulnya disadari benar oleh para petinggi PSSI. Nyatanya, federasi sepak bola kita mengaminkan begitu saja permohonan pelatih Shin Tae-yong untuk menaturalisasi sederet pemain.
Sejak menangani Indonesia pada Desember 2019, total sudah tujuh pemain yang dinaturalisasi oleh PSSI. Mulai Jordi Amat dan Sandy Walsh, sampai yang terkini Justin Hubner dan Jay Idzes.
Ketika mengajukan pemain untuk dinaturalisasi, STY mengatakan pesepak bola lokal Indonesia tak mampu bersaing di level lebih tinggi. Pernyataan yang diamini sendiri oleh PSSI selaku pihak yang bertanggung jawab atas pembinaan pemain. Ironis sebetulnya.
Oke, tidak ada yang salah dengan naturalisasi pemain. Toh, regulasi FIFA membolehkan praktik itu.
Namun jika sebuah timnas mengandalkan deretan pemain yang bukan produk pembinaan federasi bersangkutan, itu adalah indikator jika sepak bola negara tersebut tengah bermasalah.
Timnas adalah muara pembinaan pemain yang berasal dari liga domestik. Sehingga liga yang berkualitas akan menghasilkan timnas yang berkualitas pula.
Dari Australia kita belajar, untuk dapat menghasilkan timnas level Piala Dunia maka federasi harus bisa menjalankan liga domestik yang berkualitas tinggi. Liga yang menempa para pemain agar terbiasa bertanding dalam level atas.
Ketika kemudian datang kesempatan untuk merumput di luar negeri, di negara yang kualitas sepak bolanya lebih baik, pemain kita dapat bersaing. Tak cuma bertahan setahun-dua, itu pun jarang dimainkan pula.