PEMAIN naturalisasi itu tidak ada gunanya bagi timnas. Buktinya, pakai banyak-banyak pun tetap kalah juga dan ujung-ujungnya cepat tersingkir dari Piala Asia 2023.
Demikian luapan kekecewaan netizen di media sosial kemarin malam. Unggahan terbaru di akun Instagram dan Twitter resmi AFC Asian Cup penuh oleh sumpah serapah suporter yang marah.
Keriuhan online tersebut meletup usai Malaysia kalah dari Bahrain di matchday kedua Grup EÂ Piala Asia 2023, Sabtu (20/1/2024) malam WIB. Sebuah kekalahan dramatis yang memastikan Harimau Malaya tersingkir, menyusul Vietnam.
Malaysia sebetulnya hampir menahan imbang Bahrain, sekalipun digempur habis-habisan oleh Ali Madan, dkk. sepanjang 90 menit. Skor imbang 0-0 terlihat hampir menjadi kenyataan memasuki masa injury time.
Namun Bahrain mendapat serangkaian sepak pojok pada akhir-akhir added time. Di mana yang terakhir membuahkan gol kemenangan lewat tendangan menelusur tanah oleh Madan.
Karena gol Madan lahir tepat di menit akhir waktu tambahan, tak cukup kesempatan bagi Malaysia untuk membalas. Matthew Davies, cs. pun harus menelan kekalahan kedua beruntun di Piala Asia 2023.
Buntut dari kekalahan ini, Malaysia dipastikan tersingkir. Mereka menjadi tim kedua setelah Vietnam yang sudah tereliminasi dini.
Memang masih ada laga terakhir melawan Republik Korea, Kamis (25/1/2024) nanti. Namun ini sudah tidak berarti apa-apa bagi tim asuhan Kim Pan-gon.
Menggugat Pemain Naturalisasi
Tak pelak, hasil buruk ini disambut caci-maki oleh netizen Malaysia di media sosial. Utamanya di Twitter dan Instagram.
Baik akun resmi turnamen maupun federasi sepakbola Malaysia (FAM) penuh oleh ungkapan kekecewaan. Para pemain naturalisasi menjadi sasaran tembak karena dianggap tak mampu mengangkat penampilan Harimau Malaya.
Sebagaimana diketahui bersama, Malaysia merupakan tim dengan pemain naturalisasi paling banyak di Piala Asia 2023. Total ada 14 pemain kelahiran di luar Malaysia dalam skuat yang dibawa KPG ke Qatar.
Davies yang dipercaya sebagai kapten, contohnya, lahir di Australia dan sempat membela negara kelahirannya di level U-19. Ia dinaturalisasi oleh FAM karena ibunya kelahiran Sabah.
Lalu ada nama Ignacio "Natxo" Insa Bohigues yang lahir di Spanyol. Eks pemain Valencia B ini berhak membela Malaysia karena neneknya lahir di Sabah.
Bek sayap La'Vere Corbin-Ong lahir di London, Inggris. Ibunya seorang Tionghoa-Malaysia, sedangkan ayahnya asal Barbados.
Ketika ia berusia setahun, Corbin-Ong dibawa orang tuanya pindah ke Kanada. Dengan demikian ia berhak membela empat negara sekaligus: Inggris, Malaysia, Barbados dan Kanada.
Bek sayap Johor Darul Takzim ini sempat bermain untuk Kanada dalam laga uji coba melawan Skotlandia pada Maret 2017. Namun pada akhirnya Corbin-Ong memilih bergabung dengan Malaysia dan melakoni debut pada Juni 2019.
Selain menaturalisasi pemain keturunan Malaysia, FAM juga merekrut orang asing murni yang dinilai tampil baik di Liga Super Malaysia. Di antaranya Endrick dos Santos Parafita dan Paulo Josue Sturmer dos Reis asal Brazil, serta Mohamadou Sumareh yang asli Gambia.
Paling menarik Romel Moralez. Proses naturalisasi pemain yang sebelumnya berkewarganegaraan Kolombia ini baru selesai pada 19 Desember 2023. Hanya 12 hari sebelum tim Malaysia berangkat ke Qatar.
Naturalisasi Gagal?
Toh, dengan membawa sederet pemain naturalisasi, Malaysia gagal tampil baik di Piala Asia 2023. Kehebatan mereka di Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan ajang uji coba sebelum memulai turnamen seolah menguap begitu saja.
Imbas lainnya, netizen meminta FAM meninjau ulang bahkan menghentikan saja program naturalisasi pemain. Bagi mereka, kalau hasilnya jelek begini mending memakai pemain asli Malaysia saja.
Ada pula yang menjadikan kebijakan naturalisasi pemain Indonesia sebagai perbandingan. PSSI dinilai lebih bijak karena hanya mau merekrut pemain yang merumput di liga Eropa dan usianya masih muda.
Berkebalikan dengan FAM yang menaturalisasi pemain-pemain asing Liga Super Malaysia. Kebijakan yang pernah diambil PSSI pada era sebelum-sebelumnya.
Apakah kegagalan Malaysia ini merupakan contoh bahwa naturalisasi pemain tidak efektif dalam mendongkrak prestasi sebuah timnas? Atau ada hal-hal lain di luar faktor tersebut yang menyebabkan Harimau Malaya tampil buruk di Qatar?
Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Akankah Tim Garuda mempersembahkan prestasi lebih baik setelah diperkuat pemain-pemain yang berbasis di Eropa?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI