Ketika itu PSSI tengah mengalami dualisme antara kepengurusan Djohar Arifin Husin dan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) pimpinan La Nyala Mattalitti. Di tubuh PSBL juga terjadi perpecahan yang kemudian melahirkan Lampung FC.
Klub yang mendaku sebagai penerus PSBL tersebut memilih kubu Djohar Arifin Husin. Ini ditunjukkan dengan keikut-sertaan mereka dalam kompetisi di bawah naungan PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS).
Sementara PSBL "asli" tetap mengikuti kompetisi sepakbola di bawah PT Liga Indonesia (PT LI) dalam kubu KPSI. Kiprah mereka mentok di babak penyisihan.
Di final Divisi Utama LPIS, Lampung FC berhadapan dengan PSS Sleman. Meski kalah, sebagai finalis Lampung FC tetap berhak promosi ke Liga Prima Indonesia (LPI) yang merupakan level tertinggi liga sepakbola nasional kala itu.
Ketika kemudian kubu KPSI menguasai PSSI, kompetisi dan semua klub di bawah naungan PT LPIS tak diakui oleh kepengurusan baru. LPI dianggap sebagai kompetisi sempalan, sedangkan Liga Super Indonesia (LSI) di bawah naungan PT LI dikembalikan sebagai liga resmi.
Beberapa klub yang dianggap "pengkhianat" karena mengikuti kompetisi garapan PT LPIS dicabut hak keanggotaannya. Alhasil, Lampung FC gagal promosi karena LPI yang tidak diakui oleh PSSI berhenti berputar.
Tidak dianggap sebagai anggota, praktis Lampung FC tak bisa lagi mengikuti kompetisi di bawah naungan PSSI. Terlunta-luntalah nasib klub yang boleh dibilang sempalan PSBL ini.
Bersama beberapa klub terhukum lainnya saat itu, Lampung FC berjuang mencari keadilan. Sampai akhirnya keanggotaannya diakui oleh PSSI pada masa kepengurusan Ketua Umum Eddy Rahmayadi.
Namun demikian Lampung FC harus rela merangkak dari level paling bawah, yakni Liga 3. Sebuah keputusan yang dinilai tidak adil, sebab ketika dijatuhi hukuman Lampung FC adalah finalis Divisi Utama (kini selevel Liga 2).
Merangkak dari Bawah
Menariknya, Lampung FC dan PSBL sama-sama tercatat sebagai kontestan Liga 3 Zona Lampung pada 2019. Keduanya bahkan tergabung di grup yang sama pada putaran pertama.
Akan tetapi nasib kedua tim berbeda 90 derajat. PSBL mengakhiri fase grup sebagai pemimpin klasemen, sedangkan Lampung FC berada di posisi paling buncit.